LOMBOK BARAT, KOMPAS.com - Gunawan (44), terlihat kesulitan menyeimbangkan motor saat melewati jalan berlumpur menuju sekolah dasar di Dusun Panggang, Desa Persiapan Blongas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.
Gunawan terlihat berjibaku memacu motor Honda Win miliknya melewati jalanan terjal dan berbatu itu. Jalanan itu juga dipenuhi lumpur saat musim hujan.
Pakaian dinas coklat dan sepatu yang dipakai guru itu terlihat kotor terkena lumpur saat perjalanan ke sekolah di salah satu desa terisolasi di Lombok Barat itu.
Baca juga: Hilang Selama Satu Bulan, Nenek di Lombok Timur Ditemukan Tinggal Kerangka
Gunawan merupakan kepala Sekolah Dasar Negeri Panggang yang terletak di dusun itu. Meski begitu, Gunawan berasal dari Desa Buwun Mas yang berjarak sekitar 15 kilometer dari sekolah itu.
Pria berusaha 44 tahun itu baru satu tahun bertugas di SDN Panggang sejak dimutasi pada awal 2022.
Terdapat delapan guru yang mengajar di sekolah itu. Sementara jumlah siswa sebanyak 67 orang.
"Inilah keluh kesah kami di sini soal akses jalan yang sangat parah, kalau musim kemarin kering saja kami kewalahan melewati jalan bebatuan gunung, apalagi kalau musim penghujan begini lumpur, sulit kita kendarai motor," kata Gunawan, Kamis (24/11/2022).
Dari sekolah, Gunawan harus melalui jalanan berbatu dan terjal sejauh tujuh kilometer untuk mencapai jalan aspal. Waktu tempuh melewati jalanan berbatu itu sekitar satu jam.
"Kadang-kadang motor kita titip di rumah warga, terus kita jalan kaki sekitar lima kilometer potong jalan. Kadang juga motor kita pikul dibantu warga saking rusaknya jalan itu," kata Gunawan.
Selain jalur terjal berbatu itu, akses menuju SDN Panggang bisa menggunakan perahu menyeberangi laut. Namun, hal itu tidak efisien karena ongkos sekali jalan mencapai Rp 200.000.
"Ada jalur laut tapi bayarannya mahal Rp 200.000 sampai Rp 250.000 sekali jalan, jadi kalau pulang pergi (PP) jadi kita habiskan Rp 500.000," kata Gunawan.
Selain akses yang sulit ditempuh, sanitasi juga menjadi masalah tersendiri bagi guru dan siswa di SDN Panggang. Gunawan mengaku, tak ada tempat mandi cuci kakus (MCK) di sekolah itu.
Para guru dan murid yang ingin buang air terpaksa menumpang ke mushala di dekat sekolah hingga rumah warga.
"Nah ini juga yang memprihatinkan, kita tidak punya MCK, jadi kalau ada yang pipis, atau BAB anak muridnya pergi ke mushala bahkan ada yang pergi ke semak-semak pantai," ungkapan Gunawan.
"Kasihan dan sedih sekali kami, harus numpang ke warga untuk kamar mandinya," kata Gunawan.
SDN Panggang memiliki lima ruang kelas. Ruang kelas satu dan dua digabungkan karena keterbatasan ruangan.
Baca juga: Berenang di Pantai Teluk Lombok, Bocah 7 Tahun Tewas Diterkam Buaya
Bangunan sekolah itu berdiri di atas tanah seluas 380 meter persegi. Tanah itu merupakan hibah dari warga setempat.
Gunawan menambahkan, tak ada akses sinyal ponsel di sekolah tersebut. Para guru dan warga harus mendatangi lokasi tertentu di desa itu untuk mendapatkan sinyal ponsel.
"Nah ini juga yang sakit tapi kadang-kadang lucu juga, karena di sana jarang sinyal, cuman satu titik lokasi ada sinyal di dekat jendela, kalau keluar dari titik itu, sinyal akan hilang, dan kita harus gantian di tempat itu," ungkap Gunawan.
"Harapan kami ya itu, kita perhatian terutama soal akses jalan ini supaya kami tidak terlalu kesulitan saat akan pergi mengajar," kata Gunawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.