Apalagi pesantren ini memproklamirkan diri sebagai lembaga pendidikan yang mencetak anak tahfiz Quran, sudah sangat tak masuk akal dan keterlaluan.
“Mendirikan pesantren itu jangan untuk cari untung. Kalau mau, jangan pesantren. Karena kalau pesantren ada denda seperti itu, tidak pantas dan elok. Kan tujuan pesantren adalah untuk mencetak imamal muttaqin, ulama, mengajar di pesantren, dan lembaga keagamaan,” ujarnya.
Baca juga: Kabur Saat Mondok, Santri Usia 12 Tahun di Tasikmalaya Didenda Rp 37 Juta oleh Yayasan Pesantren
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tengah mendampingi kasus anak 12 tahun asal Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya yang harus bayar denda oleh yayasan pondok pesantren tempat menimba ilmunya di Cilangkreng, Kabupaten Bandung.
Orangtua anak tersebut kaget karena jumlah denda yang harus dibayar ke pesantren itu sangat besar mencapai Rp 37.250.000.
Sang anak selama ini nekat kabur dari pesantren itu dengan alasan tidak betah belajar dan menjadi pemicu munculnya jumlah tagihan uang denda ke orangtuanya.
"Padahal sesuai keterangan orangtua anak ke kami (KPAID Kabupaten Tasikmalaya) awal mula belajar di pesantren itu tidak bayar alias gratis. Cuman sempat dibilang kalau anak tak selesai pendidikannya akan ada denda. Namun, orangtua anak tidak diberitahu jumlah denda sampai akhirnya kaget harus bayar denda sampai Rp 37 juta lebih," jelas Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, kepada Kompas.com, lewat telepon, Sabtu (5/11/2022).
Ato menambahkan, mulanya orang tua bersama sang anak datang melapor meminta perlindungan ke kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (4/11/2022).
Dia pun akan mendampingi penyelesaian permasalahan anak tersebut yang diwajibkan bayar denda lembaga pendidikannya sendiri dengan sebutan denda disiplin.
"Kami akan melakukan pendampingan terhadap korban. Selain itu, kami melakukan konfirmasi terhadap yayasan tempat pelapor mondok di sana. Kami juga akan mengupayakan keberlangsungan pendidikan korban. Soalnya, setelah kabur dari pondok, sang anak masih belum bisa melanjutkan sekolah, baik formal maupun nonformalnya,” tambah Ato.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.