Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Pergerakan Massa, Kapolda Papua Sebut Penanganan Kasus Lukas Enembe Perlu Pendekatan Ekstra "Soft"

Kompas.com - 21/10/2022, 13:42 WIB
Dhias Suwandi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAYAPURA, KOMPAS.com - Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakiri mengaku terus memantau adanya sejumlah massa yang berjaga di kediaman pribadi Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura. 

Massa yang berjaga tersebut merespons langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyematkan status tersangka kepada Lukas dan bakal menjemput paksa gubernur dua periode itu. 

Mathius pun mengakui adanya sejumlah massa bisa menghalangi siapa pun yang datang ke lokasi tersebut. Termasuk KPK. 

Baca juga: Usut Dugaan Suap Lukas Enembe, KPK Dalami Distribusi Penggunaan APBD Papua

Meski dianggap sebagai upaya menghalangi proses hukum, Fakiri menjelaskan bahwa sebaiknya segala upaya yang dilakukan KPK diusahakan agar tidak sampai menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

"Saya mempunyai tanggung jawab untuk bisa mengkomunikasikan ini dengan baik, sehingga proses ini tidak berdampak pada gangguan keamanan di Papua, tentunya ekstra soft itu yang kita kedepankan," ujarnya di Jayapura, Jumat (21/10/2022).

Kondisi masyarakat adat di Papua, khususnya di pegunungan, masih menggunakan sistem "big man". Kondisi ini menyebabkan masyarakat rentan bereaksi apabila ada upaya jemput paksa terhadap Lukas Enembe.

Karenanya, saat ini aparat keamanan terus berupaya untuk memberi pengertian melalui tokoh masyarakat dan agama, bahwa kasus yang menjerat Lukas Enembe adalah murni pidana.

"Tentu dalam penegakan hukum, khususnya korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa, namun saya harus menyampaikan dan saya yakin di Jakarta pun mempertimbangkan dampak dari penegakan hukum itu, sehingga kita harus memberikan edukasi, menyampaikan hal-hal yang ringan supaya masyarakat tidak dihadap-hadapkan," kata Fakiri.

Selain itu, aspek keamanan nasional menjelang pelaksanaan G20 di Bali, dianggap menjadi pertimbangan dalam penanganan kasus Lukas Enembe.

"Bapak Kapolri menyampaikan tidak boleh ada kejadian apa-apa yang bisa berdampak pada keamanan nasional," ucap Fakiri.

Sebagai informasi, sejak 5 September 2022 Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Selain dicekal keluar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh PPATK.

KPK telah memanggil Lukas Enembe sebagai tersangka pada 12 September lalu namun ia tidak hadir karena sakit.

Kemudian KPK telah mengirim surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe agar yang bersangkutan hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada 25 September 2022 dan ia kembali tidak hadir karena alasan kesehatan.

Pihak Lukas Enembe juga sudah mengajukan permohonan agar KPK memberikan izin kepada yang bersangkutan untuk berobat ke Singapura.

Baca juga: Usut Dugaan Suap Lukas Enembe, KPK Dalami Pengelolaan APBD ke Sekda Papua

Pada 5 Oktober 2022, KPK memanggil Yulce Wenda Enembe dan Bona Enembe yang merupakan istri dan anak Lukas Enembe, sebagai saksi dari kasus tersebut.

Namun melalui Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua, kedua orang tersebut menyatakan tidak memenuhi panggilan KPK.

Pada Selasa (11/10/2022), dua dokter spesialis dan seorang perawat dari Singapura datang ke Jayapura untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Lukas Enembe.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejumlah Pemda Larang 'Study Tour', Pelaku Wisata di Magelang: Keputusan Aneh dan Reaksioner

Sejumlah Pemda Larang "Study Tour", Pelaku Wisata di Magelang: Keputusan Aneh dan Reaksioner

Regional
Mahakam Ulu Ditetapkan sebagai Tanggap Darurat Banjir hingga 27 Mei

Mahakam Ulu Ditetapkan sebagai Tanggap Darurat Banjir hingga 27 Mei

Regional
Diduga Dipaksa Cerai, Pria di Banyuasin Aniaya Kedua Mertua

Diduga Dipaksa Cerai, Pria di Banyuasin Aniaya Kedua Mertua

Regional
Pemuda di Tarakan Dianiaya hingga Tewas, Polisi Tetapkan Satu Tersangka

Pemuda di Tarakan Dianiaya hingga Tewas, Polisi Tetapkan Satu Tersangka

Regional
Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo, Pengungsian Dibuka 3 Hari

Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo, Pengungsian Dibuka 3 Hari

Regional
Dampak Banjir Lahar di Sumbar, 450 Hektar Lahan Pertanian Alami Puso

Dampak Banjir Lahar di Sumbar, 450 Hektar Lahan Pertanian Alami Puso

Regional
Berkomitmen pada Zakat, Danny Pomanto Dinobatkan Jadi Duta Zakat Indonesia

Berkomitmen pada Zakat, Danny Pomanto Dinobatkan Jadi Duta Zakat Indonesia

Regional
Kronologi Ibu-ibu Tampar Anggota Polisi di Makassar, Tak Terima Lapaknya Ditertibkan

Kronologi Ibu-ibu Tampar Anggota Polisi di Makassar, Tak Terima Lapaknya Ditertibkan

Regional
Kembalikan Formulir Pilkada ke PDI-P, Wali Kota Semarang Sebut Kriteria Pasangannya

Kembalikan Formulir Pilkada ke PDI-P, Wali Kota Semarang Sebut Kriteria Pasangannya

Regional
Puncak Kemarau di Jateng Diprediksi Juli dan Agustus 2024, Waspada Cuaca Ekstrem

Puncak Kemarau di Jateng Diprediksi Juli dan Agustus 2024, Waspada Cuaca Ekstrem

Regional
Siswa SD Hilang pada Banjir Sumbar, Korban Sempat Tulis Puisi tentang Hutan

Siswa SD Hilang pada Banjir Sumbar, Korban Sempat Tulis Puisi tentang Hutan

Regional
Wakil Wali Kota Teguh Prakosa Daftar Jadi Bakal Cawalkot Solo di PDI-P

Wakil Wali Kota Teguh Prakosa Daftar Jadi Bakal Cawalkot Solo di PDI-P

Regional
Dampak Banjir Bandang Mahakam Ulu, Belum Ada Listrik Menyala di Ujoh Bilang

Dampak Banjir Bandang Mahakam Ulu, Belum Ada Listrik Menyala di Ujoh Bilang

Regional
Bawa Hasil Bumi dan Barongsai, Wali Kota Semarang Kembalikan Formulir Pendaftaran Pilkada ke PDI-P

Bawa Hasil Bumi dan Barongsai, Wali Kota Semarang Kembalikan Formulir Pendaftaran Pilkada ke PDI-P

Regional
Kronologi Ayah Banting Bayinya hingga Tewas di Empat Lawang, Ternyata Sering Lakukan KDRT

Kronologi Ayah Banting Bayinya hingga Tewas di Empat Lawang, Ternyata Sering Lakukan KDRT

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com