LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Lombok Tengah menetapkan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Lombok Tengah, Muzakir Langkir sebagai tersangka kasus dugaan dugaan korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya, Rabu (24/8/2022).
Langkir ditetapkan sebagai tersangka bersama dua rekannya di RSUD Praya yakni Baiq Praningdiah selaku bendahara, dan Hadi Sasmita yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Kebijakan (PPK).
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi, Direktur RSUD Praya Lombok Tengah Ditahan
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Langkir mengungkapkan, dirinya bukan ditetapkan tersangka atas kasus Unit Transfusi Darah (UTD) melainkan terkait dana taktis.
"Saya ditahan ini bukan karena kasus UTD, ini karena kasus dana taktis," ungkap Langkir sebelum naik ke mobil tahanan.
Langkir mengungkapkan, aliran dana taktis tersebut mengalir ke kepala daerah dan wakilnya. Bahkan, aliran dana juga mengalir ke pegawai kejaksaan.
"Aliran dana taktis ini ada yang Kejaksaan ada, bupati dan wakil bupati, saya sudah punya catatannya," kata Langkir.
Untuk aliran dana ke bupati dan wakil bupati, Langkir mengatakan, uang itu dipakai untuk kepentingan pilkada.
"Aliran dana untuk kepentingan pilkada dan sebagainya, pada saat keputusan MK itu," kata Langkir.
Meski begitu, Langkir tak memerinci jumlah dana yang dipakai demi kepentingan pilkada itu. Ia mengaku memiliki bukti catatan dan kwitansi aliran dana tersebut.
Bupati Lombok Tengah Pathul Bahri enggan berkomentar banyak. Ia hanya menanggapi persoalan itu dengan hati yang tenang.
"Kita mau calm down, jangan sampai yang membias, kalau membias semakin susah," ungkap Pathul dalam sambungan telepon, Kamis (25/8/2022
Pathul mengungkapkan, ada banyak hal yang harus dikerjakan. Pekerjaannya tak hanya memikirkan kasus yang dihadapi pimpinan RSUD Praya.
"Bukan hanya kita pikirkan diri kita sendiri, ada macam hal," kata Pathul.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, Fadil Regan Wahid mengaku, menemukan kerugian negara sekitar Rp 1,7 miliar dalam kasus tersebut.
"Terkait dengan besar kerugian untuk mark up-nya sendiri sementara ini yang kita bisa dapatkan hampir Rp 900 juta, kemudian juga untuk potongan ini kalau nggak salah itu sekitar Rp 865 juta dan untuk suap gratifikasinya ini sekitar 10 sampai 15 juta," ungkap Fadil.
Fadil mengungkapkan, dugaan penyimpangan dana di Rumah Sakit Umum Daerah Praya tesebut terjadi dari 2017-2020.
Kejaksaan telah menyelidiki kasus dugaan korupsi ini sejak 2021.
Baca juga: Nelayan Lombok Tengah yang Tenggelam di Bendungan Ditemukan Tewas
"Sampai akhirnya di bulan November atau Oktober itu kita tingkatkan kasusnya ke tahap penyidikan karena kita sudah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya perubahan penyimpangan terkait dengan pelaksanaan pengelolaan dana di Rumah Sakit Umum Daerah Praya," ungkap Fadil.
Dalam kasus tersebut selama proses penyidikan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan puluhan saksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.