Layaknya seorang pejuang yang membawa senjata atau senapan, para petani ini pun tampak siaga dan berbaris rapi dengan berbekal cangkul yang setia menemani mereka ‘berjuang’ di sawah.
Di momen ini Dedi memberi sejumlah uang pada para petani. Ia ingin di hari kemerdekaan ini para petani bisa ‘merdeka’ dengan libur sejenak dan berkumpul bersama keluarga tercinta.
Dalam kesempatan itu, Dedi mengatakan ada beberapa ancaman terhadap petani. Kali ini bukan soal impor beras karena Indonesia sudah tiga tahun tidak impor beras.
Petani Indonesia, kata Dedi, menghadapi ancaman berupa teknologi yang merusak alam. Misalnya, traktor yang menggali tanah tidak dalam. akibatnya, tanah yang dipakai itu-itu juga sehingga lama-lama kesuburan tanah menjadi rusak.
"Sementara dulu kalau menggunakan wuku (bajak sawah pakai kerbau), kedalaman tanah mencapai 50 hingga 60 cm. Jadi lapisan tanah yang bawah terangkat sehingga tanah terus mengalami perputaran. Kesuburan tanah tetap terjaga," kata Dedi.
Ancaman kedua adalah masalah pupuk. Dedi mengatakan, selama ini petani menggunakan pestisida untuk memberantas hama. Bahan kimia ini merusak ekosistem sawah.
Baca juga: Pengait Rusak, Bendera Merah Putih Batal Berkibar Saat Upacara Kemerdekaan di Solo
Oleh karena itu, Dedi mengatakan para petani harus mengubah pola menanam padi di sawah. Pola yang dimaksud adalah pola ekosistem pertanian.
Ternak memakan rumput di sawah. Lalu kotorannya dijadikan pupuk organik. Sistem tersebut selain membuat kualitas padi bagus, juga bisa memelihara kesuburan tanah.
"Pola ekosistem pertanian inilah yang sangat ramah lingkungan," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.