KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat sejak akhir Juli, puluhan ribu orang terdampak bencana banjir yang menjadi bencana tahunan dan melanda sejumlah kawasan tengah dan timur Indonesia.
Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, salah satu wilayan rawan banjir, air merendam hampir 3.000 rumah, menelan dua korban meninggal, serta berdampak terhadap 15.000 jiwa.
Pakar kebencanaan menilai kepala daerah tak punya rencana strategis untuk mengantisipasi dampak La Lina, karena banjir ini selalu berulang dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan makin intens ke depannya.
Baca juga: BMKG Peringatkan Potensi Banjir Rob di Pulau Sumba dan Sabu Raijua
Sementara itu, sejumlah pemerintah daerah mengklaim sudah melakukan langkah mitigasi, dan mengatakan banjir merupakan tanggung jawab semua instansi.
Di salah satu wilayah rentan, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sejumlah warga mengatakan air banjir merendam rumah mereka.
Salah seorang warga, Saiful Bahri mengatakan banjir akhir pekan lalu merendam rumahnya setinggi dua meter. Saat itu ia tak membayangkan, air bandang tiba-tiba menyusup ke dalam rumah.
“Saya nggak ada prediksi atau catatan khusus banjir-banjir ini, karena memang tergantung curah hujan juga, dan air di hilir sungai dan di hulu… karena tidak ada penampungan di hilir,” kata pria 40 tahun ini.
Baca juga: Diguyur Hujan 8 Jam, Longsor dan Banjir Landa Banyumas
Banjir kali ini salah satu yang paling besar dialami Yuliana Masita, warga Kapuas Hulu yang tinggal di wilayah Putussibau hampir 20 tahun.
“Dari rumah itu kita naikkan panggung [rumah] satu meter. Ternyata satu meter masih saja dihantam banjir setengah meter,” katanya.
Saiful dan Yuliana merupakan bagian dari lebih 15.000 warga yang terdampak banjir di Kapuas Hulu.
Berdasarkan catatan BPBD setempat, banjir yang terjadi akhir pekan kemarin merendam hampir 3.000 rumah, dan dua orang dilaporkan meninggal.
Wilayah ini juga dihantam banjir bandang dan langganan banjir hampir tiap tahun di tengah curah hujan yang tinggi, termasuk karena bangunan yang berada di dataran rendah.
Baca juga: Jawab Kekhawatiran Wali Kota Makassar, BPKA: Rel KA At Grade Aman dari Banjir
Guru Besar Teknik Sipil yang meneliti tentang mitigasi bencana di Kalbar ini juga menilai Pemkab Kapuas Hulu tak punya perhatian terhadap banjir tahunan ini.
“Perubahan tata guna lahan, fungsi lahan, maka daerah resapan yang ada [jadi] berkurang,” katanya.
Membuat daerah resapan Kabupaten Kapuas Hulu diakui Prof Henny tidaklah mudah dan butuh biaya besar karena area terbuka umumnya lahan gambut.
Tapi hal ini bisa dimasukkan dalam rencana jangka panjang sebagai langkah menekan risiko banjir.
Baca juga: Proyek Kereta Api Melintasi Daratan Makassar Menuai Protes Warga yang Trauma Banjir
“Dalam waktu dekat ini masyarakatnya harus tangguh terhadap bencana yang terjadi,” kata Prof Henny.
Namun, ia melihat sejauh ini belum ada program adaptasi banjir untuk masyarakat terkait dengan banjir, apalagi membuat area resapan baru.
“Nanti pas kejadian kayak kebakaran jenggot, habis gitu baru ngeh. Kelemahan kita itu adalah dalam hal, kayaknya di mana-mana, habis kejadian kan lupa. Ingatnya pas kejadian,” tambah Prof Henny.
Sementara, Kepala BPBD Kapuas Hulu, Gunawan mengaku langkah mitigasi sudah dilakukan, karena tiap kali prediksi hujan besar, selalu mengeluarkan peringatkan pada warga.
“Masalah transisinya, dan segala macam itu kita sudah menyiapkan langkah-langkahnya. Sudah kita peringatkan terkait peringatan dini kepada semua kecamatan yang ada di semua Kapuas Hulu,” katanya.