Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Banjir di Tengah Musim Panas

Kompas.com - 11/08/2022, 11:31 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat sejak akhir Juli, puluhan ribu orang terdampak bencana banjir yang menjadi bencana tahunan dan melanda sejumlah kawasan tengah dan timur Indonesia.

Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, salah satu wilayan rawan banjir, air merendam hampir 3.000 rumah, menelan dua korban meninggal, serta berdampak terhadap 15.000 jiwa.

Pakar kebencanaan menilai kepala daerah tak punya rencana strategis untuk mengantisipasi dampak La Lina, karena banjir ini selalu berulang dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan makin intens ke depannya.

Baca juga: BMKG Peringatkan Potensi Banjir Rob di Pulau Sumba dan Sabu Raijua

Sementara itu, sejumlah pemerintah daerah mengklaim sudah melakukan langkah mitigasi, dan mengatakan banjir merupakan tanggung jawab semua instansi.

 

Di salah satu wilayah rentan, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sejumlah warga mengatakan air banjir merendam rumah mereka.

Salah seorang warga, Saiful Bahri mengatakan banjir akhir pekan lalu merendam rumahnya setinggi dua meter. Saat itu ia tak membayangkan, air bandang tiba-tiba menyusup ke dalam rumah.

“Saya nggak ada prediksi atau catatan khusus banjir-banjir ini, karena memang tergantung curah hujan juga, dan air di hilir sungai dan di hulu… karena tidak ada penampungan di hilir,” kata pria 40 tahun ini.

Baca juga: Diguyur Hujan 8 Jam, Longsor dan Banjir Landa Banyumas

Banjir kali ini salah satu yang paling besar dialami Yuliana Masita, warga Kapuas Hulu yang tinggal di wilayah Putussibau hampir 20 tahun.

“Dari rumah itu kita naikkan panggung [rumah] satu meter. Ternyata satu meter masih saja dihantam banjir setengah meter,” katanya.

Saiful dan Yuliana merupakan bagian dari lebih 15.000 warga yang terdampak banjir di Kapuas Hulu.

Berdasarkan catatan BPBD setempat, banjir yang terjadi akhir pekan kemarin merendam hampir 3.000 rumah, dan dua orang dilaporkan meninggal.

Wilayah ini juga dihantam banjir bandang dan langganan banjir hampir tiap tahun di tengah curah hujan yang tinggi, termasuk karena bangunan yang berada di dataran rendah.

Baca juga: Jawab Kekhawatiran Wali Kota Makassar, BPKA: Rel KA At Grade Aman dari Banjir

Banjir di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat merendam hampir 3000 rumah warga.DOK. BNPB via BBC Indonesia Banjir di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat merendam hampir 3000 rumah warga.
Menurut Profesor Henny Herawati dari Universitas Tanjungpura Pontianak, banjir yang berulang karena tidak ada daerah resapan.

Guru Besar Teknik Sipil yang meneliti tentang mitigasi bencana di Kalbar ini juga menilai Pemkab Kapuas Hulu tak punya perhatian terhadap banjir tahunan ini.

“Perubahan tata guna lahan, fungsi lahan, maka daerah resapan yang ada [jadi] berkurang,” katanya.

Membuat daerah resapan Kabupaten Kapuas Hulu diakui Prof Henny tidaklah mudah dan butuh biaya besar karena area terbuka umumnya lahan gambut.

Tapi hal ini bisa dimasukkan dalam rencana jangka panjang sebagai langkah menekan risiko banjir.

Baca juga: Proyek Kereta Api Melintasi Daratan Makassar Menuai Protes Warga yang Trauma Banjir

“Dalam waktu dekat ini masyarakatnya harus tangguh terhadap bencana yang terjadi,” kata Prof Henny.

Namun, ia melihat sejauh ini belum ada program adaptasi banjir untuk masyarakat terkait dengan banjir, apalagi membuat area resapan baru.

“Nanti pas kejadian kayak kebakaran jenggot, habis gitu baru ngeh. Kelemahan kita itu adalah dalam hal, kayaknya di mana-mana, habis kejadian kan lupa. Ingatnya pas kejadian,” tambah Prof Henny.

Sementara, Kepala BPBD Kapuas Hulu, Gunawan mengaku langkah mitigasi sudah dilakukan, karena tiap kali prediksi hujan besar, selalu mengeluarkan peringatkan pada warga.

“Masalah transisinya, dan segala macam itu kita sudah menyiapkan langkah-langkahnya. Sudah kita peringatkan terkait peringatan dini kepada semua kecamatan yang ada di semua Kapuas Hulu,” katanya.

 

‘Mental saya syok’

Warga membersihkan pakaian bayi yang terendam lumpur akibat diterjang banjir bandang di Desa Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (29/7/2022).ANTARA FOTO/MOHAMAD HAMZAH via BBC Indonesia Warga membersihkan pakaian bayi yang terendam lumpur akibat diterjang banjir bandang di Desa Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (29/7/2022).
Di Sulawesi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, banjir juga merendam empat wilayah yang berdampak terhadap 1.800 jiwa, akhir Juli.

Dalam bencana meluapnya air sungai ini, BPBD setempat mencatat tiga orang meninggal, dan empat lainnya hilang terseret arus.

“Empat orang dinyatakan hilang dengan rincian satu bayi, dua orang wanita dan satu orang lansia,” ungkap laporan BNPB.

Ilwanto, 40 tahun, warga yang terdampak oleh banjir mengatakan ini merupakan banjir terbesar sejak tahun 1988.

“Mental saya syok,” katanya.

Baca juga: Cerita Ibu Melahirkan di Tengah Banjir, Wabup Kapuas Hulu Gendong Bayi Dievakuasi ke RS

“Area saya tidak kena dulu itu. Pasca banjir 1988, sungai diluruskan. Itu sudah dinyatakan aman. Mau pindah ke mana [sekarang], sudah tidak ada lahan,” tambah Ilwanto yang berharap rumahnya bisa direlokasi.

Sementara itu, Sekretaris Kabupaten Parigi Moutong, Sulfinasran, mengatakan banjir ini sebagai tanggung jawab semua instansi mulai dari pusat hingga daerah.

“Semua institusi punya andil. Pada saat seperti ini semua institusi punya andil. Kalau tidak punya andil, bencana itu kan mematikan seluruh ekonomi masyarakat. Jadi semua institusi punya andil,” katanya.

Baca juga: 10 Hari Pencarian Nihil, Operasi SAR Korban Hilang Banjir Torue Dihentikan

Banjir di tengah musim panas

Warga mendorong motornya yang mogok akibat menerobos banjir rob di Desa Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (20/7/2022).ANTARA FOTO/DEDHEZ ANGGARA via BBC Indonesia Warga mendorong motornya yang mogok akibat menerobos banjir rob di Desa Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (20/7/2022).
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan terjadinya La Nina Juli lalu di mana suhu terasa lebih dingin dan curah hujan tinggi.

Fenomena ini masih terjadi di musim kemarau yang menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia tetap diguyur hujan.

Dalam proyeksinya, BMKG juga melaporkan curah hujan di Indonesia tahun ini akan lebih tinggi dari normalnya.

Pengamat tata kota dan wilayah dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan "curah hujan semakin lama semakin ekstrem… Penanganan banjir di kita itu kurang ekstrem. Masih biasa-biasa saja.”

Baca juga: Seorang Ibu di Kapuas Hulu Melahirkan Saat Banjir Merendam Rumahnya

Selain curah hujan tinggi, Yayat menilai banjir yang terus berulang dari tahun ke tahun di sejumlah wilayah Indonesia disebabkan alokasi anggaran yang terbatas, pengendalian ruang hijau yang tergerus kepentingan investasi, dan kemauan kepala daerah untuk menangani bencana.

"Sanksi bagi perusak alam, perusak daerah sungai, atau merubah peruntukan itu sangat tidak maksimal. Karena kewenangan itu ada di kepala daerah.

"Jadi persoalannya bukan strukturnya, dalam arti membuat bendungan, membuat waduk, membuat tanggul tapi pada persoalan non-strukturnya; pada konsep pengawasan [perizinan],” kata Yayat.

Banjir di Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah baru-baru ini merupakan rangkaian dari puluhan bencana serupa dalam satu bulan terakhir yang berdampak terhadap puluhan ribu jiwa.

Baca juga: Seorang Anak dan Pria Dewasa Diduga Tewas Saat Banjir di Kapuas Hulu Kalbar

Bencana hidrometeorologi disebut tertinggi dalam bencana alam di Indonesia.DOK. BNPB via BBC Indonesia Bencana hidrometeorologi disebut tertinggi dalam bencana alam di Indonesia.
Dalam sepuluh hari saja, berdasarkan laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), banjir di Indonesia sudah meliputi wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau dan Gorontalo.

Menurut Wakil Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia, Suprayoga Hadi, banyak kepala daerah tak memiliki rencana penanggulangan bencana daerah (RPBD), atau tak mengimplementasikannya.

Dalam hal teknis, RPBD ini terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur.

"Masih banyak kepala-kepala daerah ini, belum terlalu paham dan terlalu concern terhadap kebencanaan ini. Bangun ini, bangun itu, dan sebagainya infrastruktur tapi tidak dikaitkan bagaimana dengan risiko bencana yang akan terjadi,” kata Suprayoga.

Baca juga: 5 Kecamatan di Kapuas Hulu Banjir, Akses Jalan Desa Putus, Warga dan Sepeda Motor Dievakuasi

Dalam laporan tahunannya, BNPB mencatat lebih dari 90% bencana alam di Indonesia terkait dengan hidrometeorologi atau siklus air dan hujan yang disebabkan cuaca serta iklim. Sampai 8 Agustus 2022, lembaga ini mencatat setidaknya terjadi 862 bencana banjir di Indonesia.

Sementara, Kementerian Keuangan melaporkan secara umum bencana alam di Indonesia membuat kerugian negara Rp22 triliun tiap tahun, yang sebagian besar disumbang bencana banjir.

Sejumlah pakar memperkirakan bencana banjir akan makin intens ke depannya, akibat perubahan iklim.

Wartawan Muhammad Iqbal di Sulawesi Tengah dan Aseanty Pahlevi di Kalimantan Barat ikut berkontribusi dalam artikel ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Regional
Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi 'Long Storage' Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi "Long Storage" Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Regional
Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Regional
Diduga Korupsi Dana Desa Rp  376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Diduga Korupsi Dana Desa Rp 376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Regional
Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Regional
Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Regional
Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Regional
Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Regional
Ibu di Bengkulu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pacarnya

Ibu di Bengkulu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pacarnya

Regional
Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Regional
Kejari Pontianak Bantah Hambat Perkara Mantan Caleg Tipu Warga Rp 2,3 Miliar

Kejari Pontianak Bantah Hambat Perkara Mantan Caleg Tipu Warga Rp 2,3 Miliar

Regional
Bukan Modus Begal, Pria Terkapar di Jalan dalam Video di TNBBS Ternyata Kecelakaan

Bukan Modus Begal, Pria Terkapar di Jalan dalam Video di TNBBS Ternyata Kecelakaan

Regional
Pj Wali Kota Muflihun Minta Jalan Rusak Segera Diperbaiki, Dinas PUPR Pekanbaru: Secara Bertahap Telah Diperbaiki

Pj Wali Kota Muflihun Minta Jalan Rusak Segera Diperbaiki, Dinas PUPR Pekanbaru: Secara Bertahap Telah Diperbaiki

Regional
Asmara Berujung Maut, Wanita di Wonogiri yang Hilang Sebulan Ternyata Dibunuh Pacar

Asmara Berujung Maut, Wanita di Wonogiri yang Hilang Sebulan Ternyata Dibunuh Pacar

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com