KOMPAS.com - Aksara Kwadrat merupakan salah satu sejarah tulisan yang terdapat di Kediri, Jawa Timur.
Aksara Kwadrat sering disebut sebagai aksara kwadrat Kadiri, Kadiri atau Kediri.
Pada perjalanannya, aksara kwadrat tidak hanya ditemukan di Jawa Timur saja melainkan juga di Bali dan Jawa Tengah, namun yang terbanyak aksara ini ditemukan di Jawa Timur.
Aksara ini dituliskan dalam berbagai ornamen, mulai dari yang sederhana hingga yang lebih rumit.
Berikut ini sejarah, ciri-ciri, dan prasasti aksara kwadrat.
Dilansir dari penulisan ilmiah Perkembangan Aksara Kwadrat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali: Analisis Paleografi, karya Tuti Surti Nastiti disebutkan bahwa aksara kwadrat kerap dihubungkan dengan Kerajaan Kadiri (abad ke-12 Masehi).
Baca juga: Aksara Sunda: Sejarah dan Jumlahnya
Namun, aksara kwadrat memiliki masa yang lebih panjang. Aksara kwadrat sudah digunakan sejak masa pemerintahan Makutawangśawarddhana dan Dharmmawangśa Tguḥ pada akhir abad ke-10 sampai awal abad ke-11 Masehi.
Aksara ini juga dipakai anak-anak Udāyana dan Guṇapriyadharmmapatnī, yaitu Airlangga, Anak Wungsu, dan Marakatapangkaja.
Berdasarkan pada perkembangan paleografi, aksara kwadrat mulai berkembang di Jawa Timur, yakni pada masa Makuṭawangśawarddhana dan Dharmmwangśa Tguḥ.
Pada masa itu, aksara mulai dituliskan dalam ukuran besar dan aksaranya masih tergolong sederhana tanpa ornamen.
Baru pada masa Airlangga, aksara kwadrat sudah ditulis dengan bentuk persegi empat walaupun masih polos.
Kemudian pada masa Anak Wungsu dari Bali, aksara kwadrat baru diberi ornamen yang lalu berkembang pada masa Kadiri, serta dikenal dengan aksara kwadrat Kadiri.
Pada masa tersebut, aksara kwadrat sudah memiliki ornamen yang sangat kaya.
Pada masa Majapahit, akhir abad ke-15 Masehi, aksara kwadrat masih digunakan di Jawa Tengah.
Baca juga: Sejarah Aksara Kaganga dan Jumlah Aksara Rejang
Aksara kwadrat terdapat di Candi Sukuh, Candi Ceto, dan Candi Planggatan. Aksara kwadrat di kawasan ini berbeda dengan aksara kwadrat pada masa sebelumnya.