NUNUKAN, KOMPAS.com – Nihilnya Perjanjian Kerja Laut (PKL) seringkali membuat para pelaut di Kalimantan Utara (Kaltara) rentan terhadap pemecatan dan intimidasi. Seperti diketahui PKL menjadi dokumen dasar para pelaut mendapatkan hak-haknya.
Ketua Umum Persatuan Pelaut Kaltara (PPK) Awaluddin mengatakan, para pelaut Kaltara saat ini berada dalam kondisi dilematis.
‘’Terlebih dalam kondisi saat ini yang masih terkontaminasi dengan covid-19, jika menolak pekerjaan, akan menjadi pilihan pahit menimbang dapur tidak akan ngebul. Tapi jika diterima, hak-hak para pelaut tidak bisa diperoleh akibat tidak adanya PKL,’’ujarnya, Rabu (11/5/2022).
Baca juga: Tergiur Gaji Rp 30 Juta Per Bulan, 26 WNI Hendak Masuk ke Australia secara Ilegal
Dijelaskan Awaluddin, memiliki PKL merupakan sebuah keharusan bagi para pelaut. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 2000 tentang Kepelautan yang menyatakan bahwa “Setiap pelaut yang akan disijil harus memiliki Perjanjian Kerja Laut yang masih berlaku”
Pasal yang sama juga menegaskan bahwa awak kapal wajib menandatangani PPKL baru agar nakhoda dapat memasukkan nama dan jabatan ke dalam buku sijil. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 224 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
‘’Yang terjadi, pelaut Kaltara bahkan hampir semua tidak punya PKL. Imbasnya cukup luas, tidak sedikit pelaut digaji jauh di bawah UMR. Bahkan ada yang Rp 750.000 sebulan, lembur tidak dihitung. Ketika protes ke bosnya, dia dipecat dan digantikan dengan ABK baru,’’jelasnya.
Dia berharap pemerintah daerah memberikan perhatian terhadap persoalan ini.
‘’Kami PPK berharap agar pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja, melihat persoalan ini sebagai masalah serius. Awak kapal bekerja dengan resiko nyawa, namun kesejahteraan dan keselamatan mereka nihil,’’ tegasnya.
Tanggapan Pemerintah Daerah
Kepala Bidang Hubungan Industrial (HI) pada Dinas Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, Marselinus, tidak membantah bahwa di Kaltara, khususnya Kabupaten Nunukan, persoalan PKL masih menjadi hal yang langka.
‘’Selama ini Disnakertrans Nunukan tidak pernah menerima laporan atau pengajuan PKL dari para pengusaha jasa pelayaran laut. Kami akan mengkaji dulu acuannya seperti apa, dan dasar aturannya bagaimana,’’kata Marselinus.
Ia menyayangkan kondisi pelaut Nunukan yang notabene bekerja tanpa PKL, sehingga nasib dan kesejahteraan tak mendapatkan perlindungan secara hukum. Padahal seharusnya setiap pengusaha jasa pelayaran laut melaporkan persoalan itu ke Disnakertrans.
Hal tersebut dibutuhkan sebagai bahan evaluasi dan dasar Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak pekerja oleh perusahaan.
‘’Kita akan segera koordinasikan ini dengan pemerintah Provinsi. Ini terkait hak dan jaminan keselamatan para pelaut kita. Kita telaah dulu karena memang dari dulu Disnakertrans belum pernah menerima laporan adanya PKL,’’tuntasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.