ENDE, KOMPAS.com- Wakil Bupati Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Erikos Emanuel Rede mengatakan, penyebab tingginya kasus stunting di Ende bukan karena kemiskinan.
Sebab menurutnya, di beberapa daerah yang surplus sumber daya justru angka stunting lebih tinggi.
"Kalu kemiskinan tidak. Tetapi lebih ke pola hidup, pola asupan gizi, orangtua kurang memperhatikan gizi anak, penyakit bawaan, dan beberapa faktor lain," jelasnya.
Baca juga: 1.985 Anak di Lembata Alami Stunting, Bupati: Targetnya, Akhir 2022 Zero Stunting
Pihaknya sudah menyiapkan anggaran untuk penanganan stunting. Anggaran itu bersumber dari Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Khusus (DAK).
"Kita targetkan bulan depan turun satu digit. Itu target kita," katanya.
Sementara itu, Erikos mengklaim, saat ini prevalensi stunting di Ende tersisa 14,3 persen.
Baca juga: Angka Stunting di Sikka NTT Turun dalam Tiga Tahun Terakhir
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 yang menempatkan Ende sebagai salah satu dari tujuh daerah di NTT yang berstatus kuning. Artinya, prevalensi stunting di Ende berada di angka antara 20 hingga 30 persen berdasarkan data SSGI.
"Data terakhir angka prevalensi kita sudah 14,3 persen," ujar Erikos saat dihubungi, Rabu (30/3/2022).
Erikos berujar, penurunan prevalensi stunting tidak lepas dari kerja sama semua pihak yang menjalankan program untuk menurunkan angka stunting.
Seperti keberadaan posyandu terpadu, pemberian makan tambahan dan advokasi yang melibatkan orangtua, pemerintah desa, dan tokoh adat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.