NUNUKAN, KOMPAS.com – Warga dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sudah sangat tidak sabar dengan rencana pembukaan perbatasan RI–Malaysia pada 1 April 2022.
Sejak pandemi Covid-19, wilayah pegunungan terisolir yang berbatasan darat langsung dengan Malaysia ini, kian termarginalkan.
Sekretaris Lembaga Percepatan Perluasan Pembangunan Perbatasan Krayan (LP4K) Helmi Pudaslikar mengatakan, sejak pandemi covid-19, warga Krayan seakan diembargo atau diblokade.
Karena mereka yang selama ini menggantungkan kebutuhan penting dan kebutuhan pokok dari negeri tetangga, langsung terkunci, tidak lagi mendapat akses untuk itu.
Baca juga: Gerbang Kantor DPRD Nunukan Rusak, Puluhan ABG Masuk Tanpa Izin untuk Arena Balap Liar
"Beras adan khas Krayan, sudah tidak muat dalam lumbung padi, masih ditumpuk lagi dengan yang baru. Sejak Covid-19, petani Krayan tidak bisa menjual hasil panen seperti biasa ke Malaysia atau melayani pesanan dari Brunei Darussalam. Kami sama sekali off dan benar-benar terkunci," ujar Helmi, pada Senin (27/3/2022).
Kalau biasanya setiap panen, beras adan akan langsung diambil pemborong untuk dijual ke Malaysia dengan harga Rp 30.000 per kilogram.
Kini, masyarakat harus pasrah untuk menjual padi organik yang menjadi favorit Sultan Brunei ini, ke pasar domestik.
Petani menjual ke Kota Tarakan memanfaatkan pengiriman menggunakan program jembatan udara (Jembara) rute Tarakan dan sebagian untuk dikirim ke Nunukan.
Pengiriman ke Nunukan harus menggunakan kargo speedboat. Biaya pengiriman dibanderol sekitar Rp 35.000 per koli.
"Jadi, kalau dijual ke Malaysia Rp 30.000, itu uangnya semua masuk ke petani, diborong di lokasi. Sementara di pasar domestik, perputaran uang lebih lama. Meski harganya terkesan lebih mahal ketimbang Malaysia, itu karena harga jual ditambah ongkos transportasinya," imbuh dia.
Helmi mengatakan, beras adan Krayan, dibudidayakan dengan cara tradisional dan organik dengan masa panen setahun sekali.
Luas lahan pertanian di dataran tinggi Krayan sekitar 3.396,87 hektare, dengan produktivitas 4,86 ton per hektare.
Pada 2012 pemerintah Indonesia memberikan sertifikasi Indikasi Geografis (SIG) sebagai pengakuan atas karakteristik yang unik di beras lokal ini.
Beras adan juga terdaftar di slow food ark of taste dan menjadi beras yang dikenal di internasional.
"Sangat disayangkan produk dalam negeri ini yang sudah dikenal secara internasional sulit dipasarkan," kata dia.