MANADO, KOMPAS.com - Sedikitnya 17.000 warga di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara (Sulut), yang menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS Kesehatan kini dinonaktifkan.
Puluhan ribu peserta ini menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut.
Hal ini terungkap saat pimpinan dan anggota DPRD Sitaro melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Sulut Fransiscus Andi Silangen yang diwakili oleh anggota Komisi IV Melky Pangemanan di Kantor DPRD Sulut, Rabu (6/10/2021).
Baca juga: RSUD Budi Rahayu Kota Magelang Kini Terima Pasien BPJS
Ketua Fraksi PDI-P DPRD Sitaro, Moghtar Kaudis, mengatakan mereka datang ke DPRD Sulut untuk memperjuangkan nasib warga Sitaro yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"17.000 lebih kartu BPJS Kesehatan tersebut adalah kewenangan Pemerintah Provinsi Sulut," ujarnya.
Ia menjelaskan, memang ada kenaikan jumlah pemegang kartu BPJS yang menjadi kewenangan Pemprov Sulut yang ada di Sitaro, yakni tahun 2020 sebanyak 5.000 orang, dan di tahun 2021 menjadi 17.000.
Permasalahannya, ketika peserta BPJS Kesehatan ini masuk rumah sakit, apakah di Manado maupun di Sitaro, tidak bisa lagi menggunakan kartu mereka karena sudah nonaktif.
"Jika sudah mendapatkan perawatan dan sembuh, warga diharuskan membayar. Ini yang menjadi pengeluhan masyarakat, baik di media sosial maupun kepada kami anggota dewan. Dan ini menjadi polemik di Kabupaten Sitaro," sebut Moghtar.
Moghtar juga membeberkan peristiwa-peristiwa yang ia saksikan dan hadapi saat ada warga masuk rumah sakit dan BPJS mereka sudah tidak bisa digunakan.
Di mana, ada warga Sitaro yang dirujuk ke RSUP Kandou Malalayang untuk dioperasi.
"Tapi, operasi batal karena kepesertaan BPJS nonaktif dan keluarga harus menanggung sebesar Rp 20 juta. Mereka berteriak minta tolong, akhirnya kami harus turun tangan," ungkapnya.
Baca juga: Dilantik Jadi Kepsek tapi Sekolahnya Tidak Ada, Begini Nasib Bu Guru Rasni Sekarang
Apalagi, lanjut dia, visi dan misi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sitaro yang akan memberikan perlindungan kesehatan terhadap masyarakat.
"Karena kondisi ini masyarakat ada yang menuding pemerintah pambadusta (pembohong), bupati pang baleo (bohong) dan juga kami anggota dewan," sebutnya.
Menurut dia, melihat postur APBD Sitaro hanya bisa meng-cover peserta BPJS Kesehatan untuk 11.000 orang.
"Jadi kami datang ke sini memohon agar Pemerintah Provinsi dan DPRD Provinsi Sulut mencarikan solusi soal masalah ini secepatnya," harap Moghtar.