KOMPAS.com - Dua orang teroris tewas dalam kontak senjata dengan Satuan Tugas (Satgas) Magado Raya di Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Kontak senjata terjadi sekitar pukul 18.15 Wita.
Diduga salah satu teroris yang tewas adalah Ali Kalora, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sementara satu jenazah lain diduga Jaka Ramadhan.
Saat kontak senjata, Satgas Madago Raya mengamankan sejumlah barang bukti milik kedua terorris, salah satunya adalah sepucuk senjata api M16.
Baca juga: 2 Teroris Poso Tewas dalam Kontak Senjata, Salah Satunya Diduga Ali Kalora
Nama Ali Kalora dan Jaka Ramadhan masuk dalam dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait tindak pidana terorisme.
Selain mereka berdua, ada empat nama yang juga masuk DPO yakni Askar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Muklas, Suhardin alias Hasan Pranata, dan Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang.
Nama Ali Kalora, pemimpin kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), diduga kuat terlibat pembunuhan satu keluarga di Dusun St.2 Lewono, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, pada Jumat (27/11/2020).
Total ada empat orang yang dibunuh yakni pasangan suami istri, anak dan menantu. Selain itu ada enam rumah yang dibakar.
Mereka juga mengambil 40 kilogram beras dan membakar kendaraan bermotor.
Baca juga: Daftar Aksi Teror Ali Kalora, Tembak Polisi hingga Bantai 1 Keluarga di Sigi
Pada tahun yang sama, Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan tahun 2016.
Dilansir dari BBC Indonesia, Ridlwan Habib, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia saat wawancara dengan BBC Indonesia pada Rabu (2/1/2019), menilai Ali Kalora tidak memiliki pengaruh sekuat Santoso, yang mampu merekrut puluhan orang.
Namun, nama Ali Kalora mulai disebut-sebut lagi setelah temuan mayat tanpa kepala di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Montong, Sulteng, pada Januari 2019.
Ia mengatakan, Ali Kalora memiliki kemampuan bertahan hidup dalam pelarian.
Baca juga: Jejak Ali Kalora, Pemimpin MIT yang Diduga Terlibat Teror di Sigi, Kerap Menyamar Jadi Warga Lokal
"Dengan logistik yang terbatas, Ali Kalora bisa menjadi apa saja, menyamar menjadi warga lokal, bahkan petani, dan jalan sejauh itu," tambahnya.
Sosok Ali Kalora ini, menurutnya, berbeda jauh dengan bekas pemimpin MIT, Santoso, yang tewas dalam baku tembak dengan TNI-polisi dua tahun lalu.
Yang disebut terakhir ini memiliki keahlian propaganda. Sedangkan Ali Kalora mampu menghindar dari kejaran aparat TNI-polisi dengan "menyamar menjadi warga lokal".
Sementara itu, Al Chaidar, pengamat terorisme serta staf pengajar di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, meyakini bahwa Ali Kalora kini merupakan satu-satunya pemimpin MIT yang tersisa.
Baca juga: Kabar Ali Kalora Diduga Tewas dalam Kontak Senjata, Danrem: Saya Bersama Kapolda Menuju TKP
Sebagai pemimpin baru MIT, Ali Kalora disebutnya "tidak memiliki pengaruh yang kuat seperti Santoso".
"Karena sepanjang 2018, hanya menyisakan sekitar empat orang anggota, kemudian bertambah satu orang, sehingga menjadi lima orang," kata Chaidar.
Satu-satunya "kelebihan" Ali Kalora yang diandalkan adalah kedekatannya dengan kelompok militan Islam di Mindanau (Filipina) dan Bima (Nusa Tenggara Barat).
"Dengan afiliasinya bersama kelompok Mindanau dan Bima, dia bisa merekrut anggotanya dari luar Poso, termasuk memperoleh senjata api," katanya.
Sementara itu, pada Februari 2019, polisi menyebut ada tambahan satu orang anggota baru dalam kelompok Ali Kalora, yakni anak kandung pemimpin terdahulu MIT, Santoso.
Baca juga: Ali Kalora Pimpinan Teroris di Poso Diduga Tewas Dalam Baku Tembak dengan Satgas Madago Raya