NGANJUK, KOMPAS.com – Sebuah patung duduk menghadap ke selatan berdiri kokoh di timur kantor Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Jaraknya kira-kira hanya sepelemparan batu.
Patung berwarna kuning keemasan itu adalah replika dokter Soetomo, pahlawan nasional sekaligus salah satu pendiri Budi Utomo, organisasi modern pertama yang digagas kalangan pribumi pada 20 Mei 1908.
Kini, tiap 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lantas, siapa sebenarnya Soetomo?
Baca juga: Megawati Heran Tak Banyak yang Kisahkan Perjuangan Pahlawan Kemerdekaan
Kepala Seksi Sejarah, Museum, dan Kepurbakalaan dari Dinas Pariwisata, Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Nganjuk, Amin Fuadi menjelaskan, Soetomo merupakan pahlawan nasional kelahiran Bumi Anjuk Ladang.
“Beliau ini adalah putra asli Nganjuk,” jelas Amin saat ditemui Kompas.com di Museum dan Monumen dr Soetomo di Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Nganjuk, Sabtu (14/8/2021).
Soetomo lahir di rumah kakeknya, Raden Ng Singawijaya, di Desa Ngepeh pada tanggal 30 Juli 1888. Ia merupakan anak dari Raden Soewadji dan Raden Ajoe Soedarmi.
Raden Soewadji pada masanya menjabat sebagai Wedana Maospati-Madiun.
Wedana ialah pimpinan Kawedanan, sebuah wilayah pemerintahan di bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa Hindia Belanda.
“Jadi koordinator camat wedana itu, di bawahnya bupati,” tutur Amin.
Baca juga: Mengenal Para Pahlawan Nasional dari Papua
Namun Soetomo kecil tidak banyak menghabiskan waktunya bersama kedua orangtuanya.
Sejak kecil hingga berumur tujuh tahun, ia diasuh oleh Raden Ng Singawijaya di tanah kelahirannya di Desa Ngepeh Nganjuk.
“Dokter Soetomo pada saat itu belum sekolah sampai umur delapan tahun. Nah, karena tidak sekolah pada saat itu otomatis kalau anak desa bandel, main aja,” papar Amin.
Di Bangil, Soetomo tinggal bersama pamannya yang bernama Arjodipoera.
Usai menamatkan studi di ELS, Soetomo memutuskan menimba ilmu di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) Batavia, sekolah yang diperuntukkan buat calon dokter Jawa. Soetomo masuk STOVIA pada 31 Januari 1903.
Tatkala menimba ilmu di STOVIA itulah, Soetomo banyak mendapat pemikiran serta masukan dari sejumlah tokoh seperti Wahidin Sudirohusodo dan Ernest Douwes Dekker atau yang lebih akrab di telinga dengan nama Danudirja Setiabudi.
Baca juga: Insentif Nakes Nganjuk Mau Dialihkan untuk Bangun Puskesmas, DPRD Mengaku Tak Diajak Rapat
Berangkat dari berbagai masukan yang ia terima, Soetomo bersama kawan-kawannya di STOVIA mendirikan Budi Utomo, organisasi modern pribumi pertama di Hindia Belanda, dengan Soetomo bertindak sebagai ketua.
“Budi Utomo itu salah satu wadah organisasi pergerakan yang didirikan oleh dokter Soetomo,” sebut Amin.
“Dan berikutnya karena beliau ini juga sebagai seorang dokter, akhirnya beliau juga mengaplikasikan ilmunya untuk membantu masysrakat. Bahkan sangat terkenal dulu jiwa sosialnya yang tinggi,” lanjut Amin.
Baca juga: Insentif Nakes RSUD di Nganjuk Belum Dibayar sejak September 2020
Dalam waktu singkat organisasi Budi Utomo berkembang di kota-kota besar di Jawa.
Pada akhir 1909, organisasi ini sudah mempunyai 40 cabang dengan 10.000 anggota.
Mengabdi sebagai dokter
Soetomo berhasil menyelesaikan pendidikannya di STOVIA pada 1911.
Selepas itu, ia ditempatkan di sejumlah kota, di antaranya Semarang, Tuban, dan beberapa kota lainnya.
Hingga pada akhirnya Soetomo ditunjuk sebagai dokter dan guru di Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS) atau sekolah dokter di Surabaya pada 1923.
Baca juga: Kisah Kapal Rampasan Berubah Jadi Pahlawan, Membawa Vaksin Menembus Pedalaman
Menurut Amin, semasa hidupnya dokter Soetomo tidak pernah membuka praktik di tenah kelahirannya di Desa Ngepeh Nganjuk.
“Kalau dari catatan sejarah tidak ada (tidak pernah membuka praktik di Desa Ngepeh). Jadi sesuai dengan tugas penempatan pada saat itu,” ungkap Amin.
“Karena dokter pribumi, berarti harus tunduk dengan peraturan itu, sehingga melaksanakan tugasnya sesuai dengan penempatan-penempatan yang sudah ditunjuk oleh (pemerintah kolonial) Belanda,” lanjut dia.
Baca juga: Dituding Serobot Makam Pahlawan, Warkop Pasutri Korban Penganiayaan Satpol PP Ditutup
Soetomo wafat pada 30 Mei 1938 di Surabaya. Untuk mengenang jasanya, ia dimakamkan di halaman Gedung Nasional Indonesia (GNI) Bubutan, Surabaya.
Soetomo diberi gelar pahlawan nasional pada 1961.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.