Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal dr Soetomo, Pahlawan Kemerdekaan Kelahiran Nganjuk

Kompas.com - 14/08/2021, 17:46 WIB
Usman Hadi ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

NGANJUK, KOMPAS.com – Sebuah patung duduk menghadap ke selatan berdiri kokoh di timur kantor Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Jaraknya kira-kira hanya sepelemparan batu.

Patung berwarna kuning keemasan itu adalah replika dokter Soetomo, pahlawan nasional sekaligus salah satu pendiri Budi Utomo, organisasi modern pertama yang digagas kalangan pribumi pada 20 Mei 1908.

Kini, tiap 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lantas, siapa sebenarnya Soetomo?

Baca juga: Megawati Heran Tak Banyak yang Kisahkan Perjuangan Pahlawan Kemerdekaan

Kepala Seksi Sejarah, Museum, dan Kepurbakalaan dari Dinas Pariwisata, Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Nganjuk, Amin Fuadi menjelaskan, Soetomo merupakan pahlawan nasional kelahiran Bumi Anjuk Ladang.

“Beliau ini adalah putra asli Nganjuk,” jelas Amin saat ditemui Kompas.com di Museum dan Monumen dr Soetomo di Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Nganjuk, Sabtu (14/8/2021).

Soetomo lahir di rumah kakeknya, Raden Ng Singawijaya, di Desa Ngepeh pada tanggal 30 Juli 1888. Ia merupakan anak dari Raden Soewadji dan Raden Ajoe Soedarmi.

Patung dokter Soetomo di Museum dan Monumen Dr Soetomo di Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten NganjukKOMPAS.COM/USMAN HADI Patung dokter Soetomo di Museum dan Monumen Dr Soetomo di Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk

Raden Soewadji pada masanya menjabat sebagai Wedana Maospati-Madiun.

Wedana ialah pimpinan Kawedanan, sebuah wilayah pemerintahan di bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa Hindia Belanda.

“Jadi koordinator camat wedana itu, di bawahnya bupati,” tutur Amin.

Baca juga: Mengenal Para Pahlawan Nasional dari Papua

Namun Soetomo kecil tidak banyak menghabiskan waktunya bersama kedua orangtuanya.

Sejak kecil hingga berumur tujuh tahun, ia diasuh oleh Raden Ng Singawijaya di tanah kelahirannya di Desa Ngepeh Nganjuk.

“Dokter Soetomo pada saat itu belum sekolah sampai umur delapan tahun. Nah, karena tidak sekolah pada saat itu otomatis kalau anak desa bandel, main aja,” papar Amin.

Patung dokter Soetomo di Museum dan Monumen Dr Soetomo di Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten NganjukKOMPAS.COM/USMAN HADI Patung dokter Soetomo di Museum dan Monumen Dr Soetomo di Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk
Selepas itu, Soetomo dimasukkan ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bangil, sebuah Sekolah Dasar (SD) pada zaman Hindia Belanda.

Di Bangil, Soetomo tinggal bersama pamannya yang bernama Arjodipoera.

Usai menamatkan studi di ELS, Soetomo memutuskan menimba ilmu di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) Batavia, sekolah yang diperuntukkan buat calon dokter Jawa. Soetomo masuk STOVIA pada 31 Januari 1903.

Tatkala menimba ilmu di STOVIA itulah, Soetomo banyak mendapat pemikiran serta masukan dari sejumlah tokoh seperti Wahidin Sudirohusodo dan Ernest Douwes Dekker atau yang lebih akrab di telinga dengan nama Danudirja Setiabudi.

Baca juga: Insentif Nakes Nganjuk Mau Dialihkan untuk Bangun Puskesmas, DPRD Mengaku Tak Diajak Rapat

Berangkat dari berbagai masukan yang ia terima, Soetomo bersama kawan-kawannya di STOVIA mendirikan Budi Utomo, organisasi modern pribumi pertama di Hindia Belanda, dengan Soetomo bertindak sebagai ketua.

“Budi Utomo itu salah satu wadah organisasi pergerakan yang didirikan oleh dokter Soetomo,” sebut Amin.

“Dan berikutnya karena beliau ini juga sebagai seorang dokter, akhirnya beliau juga mengaplikasikan ilmunya untuk membantu masysrakat. Bahkan sangat terkenal dulu jiwa sosialnya yang tinggi,” lanjut Amin.

Baca juga: Insentif Nakes RSUD di Nganjuk Belum Dibayar sejak September 2020

Dalam waktu singkat organisasi Budi Utomo berkembang di kota-kota besar di Jawa.

Pada akhir 1909, organisasi ini sudah mempunyai 40 cabang dengan 10.000 anggota.

Mengabdi sebagai dokter

Soetomo berhasil menyelesaikan pendidikannya di STOVIA pada 1911.

Selepas itu, ia ditempatkan di sejumlah kota, di antaranya Semarang, Tuban, dan beberapa kota lainnya.

Hingga pada akhirnya Soetomo ditunjuk sebagai dokter dan guru di Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS) atau sekolah dokter di Surabaya pada 1923.

Baca juga: Kisah Kapal Rampasan Berubah Jadi Pahlawan, Membawa Vaksin Menembus Pedalaman

Menurut Amin, semasa hidupnya dokter Soetomo tidak pernah membuka praktik di tenah kelahirannya di Desa Ngepeh Nganjuk.

“Kalau dari catatan sejarah tidak ada (tidak pernah membuka praktik di Desa Ngepeh). Jadi sesuai dengan tugas penempatan pada saat itu,” ungkap Amin.

“Karena dokter pribumi, berarti harus tunduk dengan peraturan itu, sehingga melaksanakan tugasnya sesuai dengan penempatan-penempatan yang sudah ditunjuk oleh (pemerintah kolonial) Belanda,” lanjut dia.

Baca juga: Dituding Serobot Makam Pahlawan, Warkop Pasutri Korban Penganiayaan Satpol PP Ditutup

Soetomo wafat pada 30 Mei 1938 di Surabaya. Untuk mengenang jasanya, ia dimakamkan di halaman Gedung Nasional Indonesia (GNI) Bubutan, Surabaya.

Soetomo diberi gelar pahlawan nasional pada 1961.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Bupati Sumbawa Daftar Penjaringan Cabub di Partai Nasdem

Wakil Bupati Sumbawa Daftar Penjaringan Cabub di Partai Nasdem

Regional
Respons NasDem soal Kantornya di Labuhanbatu Disita KPK

Respons NasDem soal Kantornya di Labuhanbatu Disita KPK

Regional
Kasus Suami di Ciamis Bunuh dan Mutilasi Istri, Potongan Tubuh Dikumpulkan di Pos Ronda

Kasus Suami di Ciamis Bunuh dan Mutilasi Istri, Potongan Tubuh Dikumpulkan di Pos Ronda

Regional
Anies Minta Grup Jangan Bubar, Perjuangan Belum Selesai

Anies Minta Grup Jangan Bubar, Perjuangan Belum Selesai

Regional
Sepekan Pantura Sayung Banjir Rob dan Jalan Demak-Kudus Tersendat, Sopir Truk: Lelah, Boros Solar

Sepekan Pantura Sayung Banjir Rob dan Jalan Demak-Kudus Tersendat, Sopir Truk: Lelah, Boros Solar

Regional
Simpan Narkoba di Rumah Dinas, Oknum Camat Ditangkap Polisi

Simpan Narkoba di Rumah Dinas, Oknum Camat Ditangkap Polisi

Regional
Semarang Night Carnival, Lalu Lintas di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran Dialihkan

Semarang Night Carnival, Lalu Lintas di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran Dialihkan

Regional
PDI-P Solo Minta Cawalkot yang Diusung Bertanggung Jawab Sejahterakan Masyarakat dan Tak Pindah Parpol Lain

PDI-P Solo Minta Cawalkot yang Diusung Bertanggung Jawab Sejahterakan Masyarakat dan Tak Pindah Parpol Lain

Regional
Terima Penghargaan dari Pemprov Jateng, Kota Semarang Jadi yang Terbaik dalam Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka

Terima Penghargaan dari Pemprov Jateng, Kota Semarang Jadi yang Terbaik dalam Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka

Regional
APBD Kalteng Meningkat 2 Kali Lipat dalam 8 Tahun, Capai Rp 8,79 Triliun pada 2024

APBD Kalteng Meningkat 2 Kali Lipat dalam 8 Tahun, Capai Rp 8,79 Triliun pada 2024

Regional
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Regional
Pegawai Bea Cukai Ketapang yang Ditangkap Kasus Perdagangan 566 Burung Dicopot

Pegawai Bea Cukai Ketapang yang Ditangkap Kasus Perdagangan 566 Burung Dicopot

Regional
Kelola Air Tanpa Izin di Gili Trawangan, 2 Direktur Perusahaan Jadi Tersangka

Kelola Air Tanpa Izin di Gili Trawangan, 2 Direktur Perusahaan Jadi Tersangka

Regional
Diprotes, Unsoed Keluarkan Aturan Baru soal UKT, Diklaim Terjangkau

Diprotes, Unsoed Keluarkan Aturan Baru soal UKT, Diklaim Terjangkau

Regional
Pilkada Bangka Selatan, PDIP Berpotensi Usung Kembali Petahana Riza-Debby

Pilkada Bangka Selatan, PDIP Berpotensi Usung Kembali Petahana Riza-Debby

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com