Senada dengan Hadi, Sukur (60) yang juga petani di Desa tersebut, juga mengalami kondisi serupa.
Sukur menurutkan, bahwa ia sudah terlanjur mencintai pekerjaan sebagai petani garam, dan tidak ada pekerjaan yang ia bisa lakukan selain bertani.
"Saya sudah cinta terhadap pekerjaan sudah 20 tahun, tidak ada pekerjaan yang saya bisa lakukan selain ini," kata Sukur.
Ayah dua anak ini menurutkan, bahwa akibat lama garamnya tidak terserap, garam yang disimpannya di gudang, habis terbawa banjir.
Baca juga: Imbas Kebijakan Impor, 20.000 Ton Garam Industri di Sabu Raijua NTT Nganggur Tak Laku Dijual
"Saya punya kemarin 2 ton garam, tapi habis karena banjir ke marin, air laut naik, kita rugi," kata Sukur.
Sukur menduga, garamnya tak kunjung terserap juga tak terlepas dengan akibat dari pandemi Covid-19.
Sukur menuturkan, ia sudah bergabung dalam kelompok petani garam, namun hal tersebut menurutnya tidak banyak membantu.
Sukur berharap, pemerintah dapat membantu petani garam, untuk menyerap garam-garam yang masih mengendap di gudang-gudang milik kelompoknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.