Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Vs Koalisi, "Lagu Lama" yang Diputar Kembali

Kompas.com - 13/06/2013, 11:54 WIB
ING

Penulis

Ia menolak tudingan bahwa PKS telah melanggar kontrak koalisi terkait penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.

Kini, pernyataan yang sama juga dilontarkan elite PKS. Meski berada dalam barisan koalisi, mereka tak ingin "membeo" dengan kesepakatan koalisi. Jika dikeluarkan, maka keputusan itu harus datang dari Presiden SBY.

Bagaimana ending-nya?

Desakan untuk mengeluarkan PKS dari koalisi kini kembali diungkapkan elite partai koalisi lainnya. Wakil Ketua Umum Agung Laksono meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pimpinan koalisi menertibkan dan mendisiplinkan PKS. Elite Demokrat lebih garang lagi, PKS seharusnya mundur dengan kesadaran sendiri. Seperti yang lalu-lalu, bola diserahkan kepada SBY. Kira-kira, apa langkah yang akan diambil SBY kali ini?

"Wah sulit menebak langkah SBY. Tingkat kesulitannya sama dengan menebak mau ke arah mana bajaj di Jakarta berbelok," kata Peneliti Senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi kepada Kompas.com, Rabu (12/6/2013).

Kandidat PhD bidang politik di Australian National University itu memprediksi, SBY kemungkinan tak akan mendepak PKS dari koalisi. Akan tetapi, bisa saja mengurangi kursi menteri yang kini dijabat kader PKS. Ada tiga kementerian yang saat ini menjadi "jatah" PKS.

"PKS tetap dipertahankan, tapi jatah menterinya dikurangi. Itu akan membuat PKS serba salah. Jika SBY memecat PKS dari koalisi, justru itu yang ditunggu PKS dengan sukacita. Strategi usang sebagai pihak terzalimi akan dikapitalisasi PKS. SBY sadar itu," papar Burhanuddin.

Sindiran sudah dilayangkan SBY pada rapat kabinet yang berlangsung pada Rabu kemarin di Kantor Presiden, Jakarta. Ia mengajak elite politik Indonesia untuk menomorduakan kepentingan politik praktis terkait pembahasan rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Presiden mengajak seluruh komponen bangsa menjaga perekonomian Indonesia.

"Dengan kerendahan hati, saya mengajak sahabat-sahabat saya, para elite politik, untuk menomorduakan kepentingan politik praktis, kepentingan politik menjelang Pemilu 2014. Marilah kita menomorduakan itu," kata Presiden.

Entah prediksi mana yang benar untuk melihat bagaimana akhir keributan "rumah tangga" koalisi kali ini. Yang pasti, bersiap saja untuk kembali mendengar lagu yang sama.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com