Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditendang Koalisi, Elektabilitas PKS Naik?

Kompas.com - 12/06/2013, 17:51 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tinggal menunggu surat resmi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk hengkang dari koalisi. Pemecatan PKS dari koalisi ini pun diperkirakan dapat mendongkrak elektabilitas PKS. PKS akan dianggap sebagai partai yang dizalimi pemerintah karena menolak kenaikan harga BBM.

Apa tanggapan PKS? Sekretaris Jenderal PKS Taufik Ridho mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan berpengaruh pada elektabilitas partainya. "Nggak ada pengaruhnya. PKS kan partai kader. Bagi kami, yang terpenting adalah soliditas internal, bukan citra partai," ujar Taufik di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/6/2013).

Taufik yakin soliditas kadernya dapat meningkatkan elektabilitas partai. Menurutnya, stigma PKS terzalimi hanyalah pandangan orang lain. PKS, kata Taufik, tidak sengaja menempatkan diri di posisi itu. "Kami kan selama ini dihujat, dicaci maki habis-habisan. Tapi, kami ambil hikmahnya saja. Mudah-mudahan sebagai orang terzalimi, semua dosa kami diampuni," tuturnya.

Saat ditanyakan lebih lanjut tentang alasan PKS yang tak kunjung mundur dari koalisi meski berbeda pandangan, Taufik mengatakan, kedua hal itu berbeda. Koalisi, lanjutnya, ada domain presiden. "Jadi, kalau kami dikeluarkan, kami menunggu saja surat itu," ucap Taufik.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menuturkan, partainya menerima informasi bahwa PKS akan disingkirkan dari koalisi. Seorang utusan Istana disebut-sebut sudah menghubungi salah seorang menteri dari PKS. Pesannya, Presiden SBY sudah meneken surat pengeluaran partai itu dari koalisi. Namun, secara tertulis, PKS masih belum menerima surat dari Presiden SBY.

Penyingkiran PKS dari koalisi merupakan dampak dari sikap partai itu yang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Sikap PKS ini berbeda dengan pandangan partai-partai koalisi lainnya. Di dalam dua kali rapat Sekretariat Gabungan terakhir, PKS tidak hadir. Bahkan, pada rapat terakhir, PKS sengaja tidak diundang oleh koalisi.

Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarifuddin Hasan menyatakan, seluruh partai koalisi kecewa dengan sikap PKS. Syarief menyatakan bahwa di dalam code of conduct atau kontrak koalisi sudah jelas disebutkan sanksi bagi partai koalisi yang menentang kebijakan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com