Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan dan Surga yang Hilang

Kompas.com - 08/06/2013, 02:22 WIB

Hipotesis feministik mencatat, kualitas pendidikan menjadi faktor yang menjebak perempuan dalam posisi tawar yang ringkih. Terlebih di tengah gelombang hedonisme massa yang meruyak.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2009 masih memperlihatkan 75,69 persen perempuan usia 15 tahun ke atas hanya berpendidikan tamat SMP ke bawah. Dari jumlah itu, mayoritas hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD, yakni sebanyak 30,70 persen. Bahkan, semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase partisipasi pendidikan perempuan semakin rendah: SMA (18,59 persen), diploma (2,74 persen), dan universitas (3,02 persen).

Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga 2010, jumlah perempuan Indonesia yang belum melek huruf sekitar 5 juta lebih. Meski angka partisipasi sekolah perempuan meningkat dibandingkan pria, itu hanya pada tingkat pendidikan rendah.

Pendidikan yang rendah dan timpangnya kualitas pendidikan perempuan pada pendidikan tinggi menyebabkan daya saing kerja perempuan pun rendah. Sekitar 4,2 juta perempuan Indonesia (70 persen) dari total 6 juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor rumah tangga alias sebagai pekerja migran karena ekonomi sulit dan ketimpangan akses permodalan.

Paparan di atas kian mengungkung wanita pada lemahnya basis kesadaran kolektif sebagai kelas nomor dua di dalam struktur sosial. Sebaliknya, laki-laki dianggap sosok maskulin, penanggung jawab keluarga sekaligus pemimpin di masyarakat. Di Swiss, misalnya, 50 persen penduduk perempuannya dilarang memilih dalam pemilu (Huntington, 1991). Kenyataan yang masih terjadi di negara maju ini terkait dengan pandangan yang mewarisi filsafat Hegel dan Kant bahwa dalam diri perempuan tidak ada rasionalitas, selain tubuh, tenaga, dan jerih payah yang dieksploitasi.

Untuk Indonesia, mungkin bisa dilihat pada potret birokrasi. Di birokrasi Kementerian Pertahanan, pada 2012 ternyata birokrat masih didominasi laki-laki. Pejabat eselon I dari TNI tercatat 9 laki-laki dan 1 perempuan. Eselon II terdapat 60 laki-laki dan hanya 1 perempuan. Eselon III, laki-laki tetap mendominasi dengan 272 orang, sedangkan perempuan cuma 20 orang. Pada pegawai negeri sipil eselon I, laki-laki berjumlah 9 orang, sedangkan perempuan cuma 1. Di eselon II, ada 4 laki-laki dan 1 perempuan. Eselon III terdapat 7 laki-laki dan 15 perempuan.

Dilihat dari kepangkatan militer, ada 71 perwira tinggi laki-laki dan perempuan hanya 1. Perwira menengah 693 laki-laki dan 95 perempuan, sementara perwira pertama 114 laki-laki dan 26 perempuan. Jomplangnya proporsi jabatan pria dan perempuan ini karena jabatan militer dinilai kurang cocok untuk ciri fisik perempuan yang secara kodrati dianggap lemah.

Buka akses

Kita berharap partai politik secara serius menyiapkan kader-kader perempuan berkualitas sejak sekarang sebagai investasi politik di lima tahun berikut untuk mengisi pos-pos politik di parlemen ataupun birokrasi. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah harus sungguh-sungguh membuka akses bagi perempuan dalam merajut peran dan kariernya di berbagai bidang, termasuk di birokrasi.

Penempatan atau pemberian akses tersebut tentu berdasarkan pertimbangan kualitas kompetensi, bukan karena aspek kewanitaan, sebagaimana ungkapan Marina Mahathir, most women are not elected because they are women. Apalagi menurut Sharpe (2000), perempuan memiliki keunggulan dalam hal hubungan interpersonal, kecermatan, naluri prestasi, mementingkan proses, dan kejujuran kerja serta bersikap lebih demokratis.

Jokowi sudah membuktikannya. Ketika terminal di kota Solo semrawut dan rawan premanisme, ia pun mengangkat perempuan menjadi kepala terminal. Hasilnya, wajah terminal berubah tertib, nyaman, dan steril dari tindakan kriminal. Selain itu, 17 pasar tradisional di Solo berhasil dibangun di bawah Ketua Satpol Pamong Praja yang adalah seorang perempuan.

Umbu TW Pariangu Dosen Fisipol Universitas Nusa Cendana, Kupang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com