Jakarta, Kompas -
Philip Gabel, ahli akupunktur dan teknologi laser level rendah dari Australia, dalam perkenalan klinik terapi berhenti merokok S Clinic, Rabu (5/6), di Jakarta, mengatakan, teknologi laser level rendah bersifat biokimiawi. Terapi ini tidak merusak sel hidup.
”Laser level rendah menstimulus bagian tertentu di otak, mengembalikan struktur biokimia di sel-sel otak seperti sebelum pasien terkait kecanduan nikotin,” ujarnya.
Efeknya, pencandu rokok yang menjalani terapi tidak lagi merasakan kenikmatan merokok seperti sebelumnya. Dalam terapi ini, sinar laser infra merah kelas 3B ukuran 30 miliwatt ditembakkan ke 29 titik di tubuh, antara lain di dekat mulut, telinga, pangkal telapak tangan, pembuluh nadi, punggung, dan perut.
Durasi tembakan sinar laser yang berkekuatan sedikit lebih tinggi dari alat pemindai barcode di supermarket ini 45 detik setiap sesi. Menurut Philip, terapi laser bisa diterapkan pada pria ataupun wanita dari berbagai usia.
Dr Farmanina Santoso, dermatolog dari Persatuan Dokter Anti-Penuaan Indonesia (Perpasti), menyatakan, selain berbahaya bagi kesehatan jantung dan paru, rokok juga mengakibatkan penuaan kulit.
”Nikotin menghambat aliran darah, termasuk di kulit. Hal itu mengakibatkan kulit kekurangan oksigen dan nutrisi. Akibatnya, kulit menjadi kusam, berkerut, dan terlihat tua,” katanya.
Menurut CEO S Clinic Tatat Rahmita Utami, pihaknya gencar melakukan kampanye berhenti merokok melalui pendirian Rumah Bebas Nikotin. ”Pada 28 Mei, kami meluncurkan Rumah Bebas Nikotin di Grand Indonesia. Saat ini terkumpul dana Rp 50 juta yang akan disumbangkan kepada penderita paru kurang mampu,” ujarnya.