Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur Wibowo Eko Putro mengatakan, pihaknya telah melihat kondisi petani di lapangan dan menemukan sejumlah daerah yang mengalami krisis solar, seperti Kabupaten Tulungagung, Ponorogo, dan Jember. ”Petani di daerah itu kesulitan membajak sawah, padahal mereka harus mulai mempersiapkan tanaman untuk musim tanam kemarau pertama atau musim gadu,” ujar Wibowo di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/4).
Setelah dibicarakan dengan Pertamina melalui Pemerintah Provinsi Jatim, saat ini petani di tiga daerah itu sudah mendapatkan jatah solar bersubsidi walaupun jumlahnya terbatas. Setiap petani diberi kuota maksimal 20 liter atau sekitar Rp 90.000 per hari.
Untuk menjamin pasokan solar bagi petani, pihaknya telah berkomunikasi dengan Pertamina. Bahkan, pihaknya sudah menginventarisasi kebutuhan solar petani melalui pendataan alat pertanian, seperti traktor, mesin pompa air, mesin pemanen gabah, dan mesin pengering padi.
Untuk saat ini, kebutuhan mendesak terjadi pada alat pengolah lahan dan mesin pompa. Ketidaklancaran pasokan bahan bakar dipastikan menghambat kinerja. Apabila sudah demikian, produksi gabah dipastikan terancam terganggu.
”Kami berharap kebutuhan petani sudah masuk dalam alokasi kuota Pertamina sehingga target surplus Jatim 4,5 juta ton beras tahun 2013 tak terganggu. Pemprov Jatim menolak apabila petani diharuskan membeli solar nonsubsidi karena mereka pasti tidak akan mampu,” katanya.
Amin (45) duduk di atas jeriken di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) Sukorejo, Ponorogo. Antre sejak empat jam sebelumnya, Amin yang mulai kelelahan masih harus menunggu giliran jerikennya diisi solar beberapa jam lagi.
Masih ada puluhan jeriken di depannya, yang berderet-deret di SPBU Sukorejo yang berada di jalan lintas Trenggalek-Ponorogo. Sudah berhari-hari ratusan petani di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo, mengantre solar agar bisa memulai menanam padi. Benih padi yang disebar petani di desanya rata-rata berumur 15-20 hari, yang seharusnya sudah ditanam sejak beberapa hari lalu.
”Saya butuh solar untuk menggerakkan traktor pembajak sawah dan mesin pompa air. Di sini ada air irigasi, tetapi tidak mencukupi sehingga harus ditambah dengan menyedot air dari dalam tanah untuk mengairi sawah,” kata Amin.
Petani lain, Marmin (54), khawatir jika kondisi ini berlanjut akan mengganggu proses produksi padi. Pasalnya, untuk membajak sawah saja, dibutuhkan 50 liter solar. Sementara untuk menghidupkan mesin pompa air, dibutuhkan 1.000 liter solar untuk mengairi satu hektar sawah selama satu musim. ”Tak apa-apa harga dinaikkan, yang penting solar ada terus,” kata Marmin.
Adapun petani lain, Sutiati (60), mengatakan, ia tak keberatan harga solar dinaikkan, tetapi jangan terlalu tinggi karena petani tak mampu menjangkaunya.