Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI-Polri Ribut, Tragedi Bangsa

Kompas.com - 09/03/2013, 02:22 WIB

”Kalau antarparpol berantem itu wajar, tapi kalau TNI dan polisi berantem, ini sebuah tragedi bangsa mengingat keduanya penjaga dan pengawal rasa aman bagi bangsa dan negara,” kata Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat.

Kasus penyerangan dan pembakaran Markas Polres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Kamis (7/3) pagi, oleh aparat TNI Artileri Medan 15/76 Martapura benar-benar tragedi. Bukan kali ini saja konflik antara TNI dan Polri terjadi. Dan, setiap kedua institusi itu berkelahi tentu saja mengundang kecemasan karena sama-sama kelompok bersenjata. Baik TNI maupun Polri seharusnya menjadi penjaga keamanan dan kedamaian negeri ini.

”Bentrok TNI-Polri ini hampir tiap tahun terjadi. Banyak kasus pemicunya sepele, bahkan tidak ada kaitan sama sekali dengan benturan dalam pelaksanaan tugas-tugas mereka. Kenapa hal ini terjadi, pasti bukan faktor tunggal penyebabnya,” kata pengamat militer LIPI, Jaleswari Pramodhawardani, di Jakarta.

Kekisruhan ini diawali sejak pemisahan TNI-Polri tahun 1999 dengan pembagian tugas menjadi sangat simplistis: TNI mengurus pertahanan dan Polri mengurus keamanan.

Kemudian, ada mispersepsi yang dikaitkan pembagian ”ruang” tugas menjadi TNI urusan luar negeri, polisi masalah dalam negeri.

”Kecemburuan itu bukan penyebab, tetapi implikasi dari urusan yang lebih besar. Cara kita melakukan pemisahan TNI-Polri, penataannya, dan implementasinya bermasalah. Tidak konsisten, koheren, dan tumpang tindih satu dengan lainnya,” ujar Jaleswari.

Dan, kasus bentrokan TNI-Polri di OKU adalah puncak gunung es. Ada kesenjangan sosial antara TNI dan Polri yang bisa meledak sewaktu-waktu. Menurut anggota Komisi I DPR, Tb Hasanuddin, masalahnya jauh lebih besar dari persoalan ”kakak dan adik”. Hal itu terlihat dari berbagai konflik yang diawali masalah sederhana, seperti persoalan lalu lintas. Ada persepsi bahwa setelah reformasi, Polri dipandang arogan.

Namun, menurut politisi PDI-P itu, masalahnya berakar pada perbedaan akses sumber daya. Kesenjangan antara TNI dan Polri membuat ada potensi meledak sewaktu-waktu. ”Ini masalahnya sudah struktural. Kalau tidak ada penataan ulang peran masing-masing, ledakan-ledakan lain tinggal menunggu waktu,” kata Hasanuddin.

Helmy Fauzi, juga anggota PDI-P, menambahkan, kecemburuan Polri terhadap akses sumber daya dan belum berjalannya reformasi di institusi kepolisian adalah beberapa hal yang menjadi pemicu bentrokan berulang. ”Kasus ini bisa dijadikan momentum bagi pemerintah untuk memulai reformasi di tubuh kepolisian,” ujar Helmy.

Karena itu, kata pengamat politik dari LIPI, Syamsuddin Haris, harus ada penyelesaian di level kebijakan walau sudah ada undang-undang tentang TNI dan Polri. Di wilayah otoritas masing-masing di lapangan mesti ada prosedur operasi standar yang baku sehingga masalah kecil tak memicu konflik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com