Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelajaran dari Perang "Medsos" Pilgub Jabar

Kompas.com - 25/02/2013, 21:28 WIB
Amir Sodikin

Penulis

Mengacu dari analisa tersebut, PoliticaWave menyimpulkan pasangan Aher-Deddy memenangkan pertarungan Pilgub Jabar ini. Kemenangan Aher-Deddy ini didukung pada dominasi percakapan baik dari segi jumlah percakapan maupun jumlah pengguna uniknya.

Effendi Gazali mengungkapkan, kebiasaan di Indonesia adalah membawa apa yang terjadi di media sosial ke media offline. Karena itu, jika di media sosial ada sentimen negatif, maka sentimen negatif itu bisa ditularkan di dunia nyata.

"Di Indonesia, apa yang ia ketahui di media sosial akan diduplikasi di media konvensional, misalnya dengan SMS atau percakapan langsung," katanya.

Di media sosial sangat sensitif dengan sinisme. Karena itu, gonjang-ganjing pada Partai Demokrat dan PKS akan berpengaruh juga pada sentimen negatif pada pasangan yang bertarung di Jawa Barat. Tapi, mengapa akhirnya yang terimbas negatif pasanga Rieke-Teten yang diusung PDI-P?

"Dalam komunikasi politik, itu terkait dengan recall atau memori yang pendek dari calon pemilih," kata Effendi. Saat itu, yang baru terjadi adalah Jokowi yang merupakan sosok yang diduplikasi Rieke-Teten datang berkampanye dan menjadi perbincangan di media sosial.

"Sejak awal, penggunaan simbol baju kotak-kotak yang berlebihan itu menjadi tidak pas karena terkesan menjiplak, akhirnya di media sosial muncul sinisme. Hal itu terjadi karena di media sosial kreativitas dan orisinalitas itu hal penting," papar Effendi.

Orisinalitas berpolitik tetap menjadi nomor satu di media sosial. Semakin orisinal semakin bagus. "Di Sulawesi Selatan menjiplak Jokowi terbukti gagal dan di Jawa Barat walaupun mampu meningkatkan suara namun belum sesuai harapan," kata Effendi.

Manusia daya ingatnya memang terbatas. Peristiwa tiga pekan lalu bisa dilupakan oleh pendukung PKS di Jawa Barat. "Langkah yang diambil Aher, dengan tidak menggunakan simbol-simbol PKS terlalu kental, ternyata berhasil melokalisir dampak negatif," jelas Effendi.

Sebaliknya, peristiwa yang terjadi beberapa hari sebelumnya yang terkait Partai Demokrat, dan diputar berulang-ulang di televisi, langsung berdampak pada sentimen negatif pada calon dari Partai Demokrat yaitu Dede-Lex.

"Dede-Lex tak mengubah pola kampanye karena di beberapa tempat simbol-simbol Partai Demokrat masih kental terlihat padahal saat itu sedang ada prahara besar di dalam Demokrat," kata Effendi.

Ingatan yang sangat terbatas ini sangat berlaku dalam ilmu komunikasi politik. Karena itu, di Amerika Serikat, yang paling menentukan adalah hasil debat terakhir menjelang pemungutan suara. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com