Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 27/12/2012, 02:17 WIB

Betapa Istimewanya Corby

Terpidana kasus narkotika, Schapelle Corby (34), boleh jadi warga binaan istimewa. Selain menerima grasi, dia pun mendapat obral remisi.

Pada 8 Oktober 2004, Corby ditangkap petugas Bandara Ngurah Rai, Bali, saat akan menyelundupkan 4,2 kilogram mariyuana. Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar mengganjar Corby dengan hukuman 20 tahun penjara!

Meskipun Pemerintah Indonesia gencar berpidato soal bahaya narkotika, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada Corby. Hukuman 20 tahun dikurangi menjadi 15 tahun penjara! Kala itu, publik dan beberapa ahli hukum protes karena ada inkonsistensi antara retorika pemberantasan narkotika dan pemberian grasi tersebut. Keputusan presiden tentang grasi itu digugat di PTUN.

Publik boleh saja protes, tetapi Corby tetap saja mendapat keistimewaan. Seperti diberitakan media massa, pada 17 Agustus 2012, berbarengan dengan peringatan Proklamasi Republik Indonesia, Corby yang warga negara Australia kembali memperoleh remisi enam bulan.

Kegeraman publik atas lembeknya sikap pemerintahan dalam penegakan hukum narkotika kembali terjadi saat Corby diusulkan mendapat remisi khusus Natal. Remisi itu diusulkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan I Gusti Ngurah Wiratna. Seperti dikutip media, Wiratna mengatakan, ”Corby layak menerima remisi Natal.” Bahkan, Wiratna mengeluhkan, mengapa media massa terus saja mempersoalkan remisi buat Corby.

Perlakuan istimewa terhadap terpidana kasus narkotika Corby dengan diberikannya grasi dan remisi patut dipersoalkan. Bersama korupsi dan terorisme, narkotika adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang mengancam masa depan bangsa. Karena itu, pemberian perlakuan istimewa tersebut patut dipertanyakan dan digugat!

Kita menangkap kesan adanya inkonsistensi antara pidato dan praktik. Lihat saja pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Antinarkoba Internasional di Gelora Bung Karno, 26 Juni 2009. Kala itu, Presiden menegaskan, ”Narkoba telah mengancam kehidupan seluruh umat manusia di dunia ataupun di Indonesia.” Tercatat, dari 100 orang di dunia, empat orang di antaranya menjadi korban atau terlibat kejahatan narkoba. Presiden pun menyatakan perang terhadap narkoba.

Wakil Presiden Boediono pun tak kurang kerasnya. Seperti bisa dibaca pada 26 Juni 2010, Wapres menegaskan, pemerintah dan masyarakat jangan memberikan toleransi terhadap penyalahgunaan narkotika. Pada 26 Juni 2011, Presiden kembali menegaskan, ”Kita harus lebih agresif dan ambisius lagi dalam pemberantasan narkoba.”

Presiden Yudhoyono, termasuk Wapres Boediono, konsisten dalam pidato untuk perang terhadap narkotika. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan, mengapa ada kesenjangan. Kesenjangan antara pidato dan kenyataan itu harus bisa dijelaskan sebelum memunculkan spekulasi politik dan sebelum DPR berpikir untuk menggunakan hak bertanya.

***

Jangan Kehilangan Harapan

Ada hal menarik yang disampaikan Paus Benediktus XVI dalam pesan hari Natalnya, Selasa (25/12), di depan puluhan ribu orang di Vatikan.

Dalam pesan ”Urbi et Orbi” (Kepada Kota dan Dunia) yang dibacakan dari balkon Basilika Santo Petrus, Paus meminta agar dunia tidak kehilangan harapan akan perdamaian. Ia menegaskan, ”Selalu ada harapan perdamaian meskipun di tempat-tempat yang sedang dilanda konflik, seperti Suriah, Nigeria, dan Mali.”

Penyebutan Suriah memiliki konotasi tersendiri karena negara itu tengah dilanda konflik yang berkepanjangan. Bahkan, Rusia yang selama ini dianggap sebagai pendukung kuat Suriah mulai menunjukkan sikap putus asa. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Jumat pekan lalu, mengatakan, ”Kalau memang ada negara yang mau memberinya (Presiden Bashar al-Assad) jaminan, silakan saja. Kami akan menjadi pihak pertama yang bersyukur kepada Tuhan jika pembantaian di negara itu segera berakhir.”

Sehari sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin secara terang-terangan menunjukkan jarak antara dirinya dan Assad. Ia mengatakan, dirinya tidak akan berusaha melindungi presiden Suriah itu.

Sejauh ini, Rusia telah memveto setidaknya tiga Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diajukan negara-negara Barat untuk menekan pemerintahan Assad. Assad dianggap bertanggung jawab atas tewasnya lebih dari 40.000 orang dalam konflik bersenjata di negara itu, yang berlangsung selama hampir dua tahun.

Kondisi di Suriah pun tak menunjukkan tanda-tanda membaik. Utusan Khusus PBB dan Liga Arab Lakhdar Brahimi, Senin lalu, kembali bertemu dengan Presiden Assad. Seusai pertemuan itu, yang disebutnya bersahabat dan konstruktif, Brahimi menilai, sama sekali tidak ada tanda-tanda perubahan atau perbaikan dalam krisis di Suriah. Keadaannya masih sangat mengkhawatirkan.

Enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk, Selasa, mendesak agar proses transisi politik di Suriah bisa segera digelar. Mereka menyatakan keprihatinan atas kerusakan dan kehancuran yang terjadi di Suriah akibat perang saudara. Keenam negara itu, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Oman, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, mendesak masyarakat dunia agar segara melakukan ”langkah cepat dan serius” serta menyediakan bantuan kemanusiaan bagi rakyat negara itu.

Kita mengharapkan ”langkah cepat dan serius” itu tidak termasuk melancarkan serangan militer ke Suriah. Dalam kaitan inilah pesan Paus Benediktus XVI menjadi relevan, yaitu jangan kehilangan harapan akan perdamaian. Penyelesaian dengan kekerasan militer bukanlah opsi. Kekerasan hanya akan membuat rakyat Suriah menderita. Pendekatan terhadap Presiden Assad tetap harus diupayakan. Assad harus disadarkan bahwa diperlukan kompromi dengan kubu oposisi untuk mengakhiri konflik bersenjata di negaranya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com