Sebelumnya, dalam uji tahap IIb yang melibatkan 4.002 anak usia 4-11 tahun di Thailand menunjukkan, vaksin dengue aman dan memberi perlindungan terhadap tiga serotipe. Efikasi vaksin adalah 61,2 persen terhadap serotipe 1 virus dengue, 81,9 persen untuk serotipe 3, dan 90 persen terhadap serotipe 4. Namun, vaksin belum memberikan perlindungan terhadap serotipe 2 di Thailand. Padahal, serotipe itu paling banyak ditemui dan menimbulkan keparahan di Thailand.
Bagi Sanofi, hasil itu cukup menggembirakan. President Global Research and Development Sanofi Elias Zerhouni mengatakan, vaksin itu terbukti aman bagi anak-anak. ”Kini kami menyelidiki kenapa vaksin tidak bisa melindungi terhadap virus tipe 2 walau vaksin mampu memicu respons imun terhadap serotipe itu,” kata dia.
Zerhouni mengatakan, ada harapan vaksin yang tidak bekerja di Thailand kemungkinan bisa bekerja di negara lain.
Di Indonesia, empat serotipe virus dengue ditemukan. Dalam artikel ”Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Indonesia”, dalam Sari Pediatri volume 10 tahun 2009 karya Mulya Rahma Karyanti dan Sri Rezeki Hadinegoro dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo-FKUI, disebutkan, survei isolasi virus dengue yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan dan Laboratorium NAMRU-2 di Jakarta menunjukkan, tahun 1972-
Tahun 2004, Badan Litbang Depkes melakukan isolasi virus dengue dengan RT-PCR pada periode kejadian luar biasa DBD. Serotipe 3 masih paling dominan, diikuti serotipe 2, serotipe 4, dan serotipe 1.
Vice President International Business Development Sanofi Pasteur—anak perusahaan Sanofi, produsen vaksin—Vincent Hamelin mengatakan, vaksin dengue hanya salah satu dari 13 vaksin yang tengah dikembangkan. Beberapa vaksin baru lain, antara lain, untuk mencegah penyakit endemis seperti infeksi C Difficile yang diperoleh di rumah sakit, vaksin dosis tunggal Japanese encephalitis, vaksin flu orang dewasa, dan sejumlah vaksin kombinasi. Perusahaan itu juga turut serta dalam upaya global mencegah HIV melalui riset vaksin HIV.
Hamelin mengatakan, pengembangan sebuah vaksin baru memerlukan waktu 14-25 tahun dengan biaya 300 juta dollar AS-1 miliar dollar AS. Divisi riset dan pengembangan perusahaan itu menginvestasikan 564 juta euro sepanjang tahun 2011.
Vaksin menarik bagi industri obat berteknologi tinggi karena merupakan produk biologis. Karakter produk biologis harus dibuat dalam kondisi dan fasilitas yang persis sama. Perbedaan proses ataupun fasilitas produksi akan menjadikan hasil yang sangat berbeda. Saat paten habis, produsen lain tidak akan mudah menirunya.