Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Berdikari dengan Benih Mandiri

Kompas.com - 23/11/2012, 03:37 WIB

Joharipin (37), petani Desa Jengkok, Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, meyakini bahwa kemandirian petani adalah awal dari kesejahteraan petani. Tanpa itu, kehidupan petani di negeri agraris ini akan terus-terusan terimpit.

Sejak tahun 2011, ia merintis Koperasi Peduli Karya Tani. Selama setahun ini, aset koperasinya berkembang menjadi Rp 25 juta. Angka itu relatif kecil. Namun, bagi Joharipin dan 42 petani yang tergabung, angka itu hanya penjajakan bagi impian yang lebih tinggi: berdikari.

Dia bilang, ”Petani ibaratnya bebek ngoyor ning kedung, ora mangan, mati kaliran”. Artinya, dengan kekayaan alam luar biasa, petani Indonesia ibarat bebek berenang di sungai, tetapi cuma diam saja, tak mau mematuk makanan yang melintas, akhirnya mati kelaparan. Perumpamaan itu menyiratkan usaha dan keinginan mandiri petani untuk mengoptimalkan sumber dayanya.

Mereka yang tergabung sebagai anggota koperasi ialah anggota Kelompok Tani Peduli Karya Petani. Kelompok ini sejak tahun 2005 aktif menyilangkan benih mandiri. Benih-benih padi lokal, seperti Sriputih, Longong, Gundhil, Rangsel, Jalawara, dan Marong, ditemukan kembali serta disilangkan untuk mendapatkan benih dengan kualitas dan kuantitas terbaik.

”Ini Bongong, hasil persilangan Kebo dan Longong,” kata Joharipin, Minggu (11/11), sambil menunjukkan dua ikat padi. Benih-benih hasil persilangannya itu digantungkan di ruang tamunya agar tidak dimakan ngengat. Ruang tamu itu sekaligus menjadi kantor koperasinya.

Benih yang ditunjukkan Joharipin itu bulirnya lebih bulat jika dibandingkan benih padi umumnya. Bentuknya padat. Rasa nasinya enak dan bisa menghasilkan sampai 9 ton padi per hektar.

Semua anggota kelompok binaan Joharipin sudah menggunakan benih hasil persilangan sendiri. Namun, mereka tak memperjualbelikannya. Petani pemulia benih masih terkendala Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Kedua UU itu melarang penyebaran benih hasil pemuliaan sendiri.

Penggunaan benih mandiri itu bisa memotong biaya produksi yang harus ditanggung petani di Desa Jengkok. Untuk setiap hektar rata-rata diperlukan 25 kilogram benih. Sebagai contoh, kini di pasaran harga benih Ciherang Rp 6.000-Rp 7.000 per kg. Dengan menggunakan benih mandiri, petani bisa menghemat pengeluaran Rp 150.000-Rp 175.000 per hektar.

Selain soal benih, petani juga didorong memakai rempah- rempah sebagai obat hama, misalnya dengan ramuan air kelapa dan bawang putih sebagai fungisida dan pestisida. Rata-rata petani binaan Joharipin kini mengurangi penggunaan obat kimia meski belum sepenuhnya.

Pengajar pada Jurusan Pertanian di Universitas Wiralodra Indramayu, Karto, pernah meneliti perilaku yang ekstrem, petani Indramayu bahkan ada yang menyemprot padi hingga 15 kali dalam seminggu. Cara penyemprotan yang tidak tepat juga gagal mematikan hama dan membuat hama kian kebal.

Kelompok Joharipin juga pelan-pelan mengadopsi cara bertanam organik. Ia bekerja sama dengan petani dan peternak dari daerah lain untuk mengolah kotoran sapi. Yusuf (34), petani Desa Muliasari, Kecamatan Bangodua, adalah pemasok kompos bagi kelompok ini.

”Per bulan baru bisa memproduksi 2 ton pupuk dari kotoran sapi. Pasar bagi pupuk ini belum luas. Umumnya petani Indramayu masih menggunakan pupuk kimia,” kata Yusuf.

Kemandirian dalam bidang produksi sejak dari benih, pupuk, dan obat hama, bagaimanapun harus disertai dengan keberdayaan ekonomi. Joharipin memilih koperasi sebagai wadah pemberdayaan kelompoknya. Kini, total ada tiga koperasi di wilayah Kertasemaya yang meniru konsep koperasi Joharipin. Sekitar 100 petani menjadi anggota koperasi-koperasi itu.

Sistem tunda jual

Koperasi yang dikembangkan Joharipin adalah koperasi simpan-pinjam. Prinsipnya ialah menaikkan nilai tukar petani, yaitu dengan menunda penjualan hasil panen.

”Hasil panen jangan langsung dijual habis untuk kebutuhan sehari-hari. Panen disimpan dulu satu atau dua bulan sampai harga gabah kembali naik. Selama rentang waktu tunda jual itu petani bisa meminjam uang kepada koperasi untuk kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Setiap anggota menyerahkan iuran pokok Rp 100.000 dalam sekali keikutsertaan, iuran wajib Rp 10.000 per bulan, dan iuran sukarela. Besaran bunga pinjaman ialah 3 persen menurun, yakni dihitung dari sisa pinjaman yang belum dibayarkan. Pinjaman itu harus dikembalikan minimal dalam 10 bulan.

Sisa hasil usaha dibagikan setelah dikurangi jasa pinjaman, jasa simpanan, dana pendidikan, dana sosial, dan kas koperasi. Dana pendidikan yang dikelola koperasi itu, antara lain, dipakai untuk sekolah lapangan.

Selama ini, persoalan petani adalah tingginya biaya produksi yang tak terimbangi oleh harga jual panen mereka. Dengan kemandirian unsur produksi, seperti benih dan pupuk, biaya produksi pertanian bisa ditekan. Di sisi lain, harga jual panen dinaikkan dengan sistem tunda jual.

Karto dari Universitas Wiralodra menilai, upaya kemandirian Joharipin dan kelompoknya harus disambut pemerintah.(Rini Kustiasih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com