Ngateri (42), warga Desa Kandangan, Kecamatan Kandangan, mengatakan, upaya menjual ternak terpaksa dilakukannya karena saat ini, dia bahkan sudah kesulitan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. ”Saat ini, pengeluaran untuk makan sehari-hari saja membengkak dari biasanya karena stok gabah di rumah sudah habis dan kami terpaksa harus membeli beras,” ujarnya.
Ngateri, yang memiliki sawah seluas 1.800 meter persegi, biasanya mampu menuai panen dua kuintal GKP. Namun, karena sejak Agustus stok gabah sudah habis, dia kini terpaksa membeli beras dengan harga
Sebelumnya, Ngateri memiliki sembilan ekor ternak kambing dan kini tinggal enam ekor karena tiga ekor kambingnya telah laku terjual Rp 1,3 juta.
Menurut Irfa’i, selain menjual ternak, sebagian warga kini bahkan juga menjual sawahnya yang kini tidak bisa digarap karena mengalami kekeringan.
”Selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, hasil menjual tanah tersebut biasanya digunakan sebagai modal untuk memulai usaha atau bekal merantau dan mencari pekerjaan di daerah lain,” ujarnya.
Pihak Pemerintah Desa Caruban mencatat, saat ini ada lima warga Desa Caruban yang telah memberi tahu akan menjual tanah sawah. Kekeringan membuat sekitar 55 hektar dari 70 hektar sawah di Desa Caruban dibiarkan menganggur dan 15 hektar lainnya yang ditanami tembakau dan palawija mengalami gagal panen.
Amin Yahya, Kepala Desa Malebo, Kecamatan Kandangan, mengatakan, krisis air dan kekeringan pada musim kemarau ini, membuat 60 persen dari 121 hektar lahan sawah di Desa Malebo dibiarkan menganggur.
Krisis ini berdampak luas, yakni mengubah mata pencarian masyarakat Desa Malebo, yang sebelumnya mayoritas bertani, saat ini terpaksa beralih pekerjaan demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada yang menjadi buruh bangunan, pedagang barang bekas, dan pedagang berbagai barang kebutuhan rumah tangga.