JAKARTA, KOMPAS.com - Peran civil society atau komunitas masyarakat sipil dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012 terlihat lebih menonjol dibandingkan pesta demokrasi yang sama pada 2007. Peran yang terlihat jelas adalah mengawal proses penyelenggaraan Pilkada DKI. Hal itu diungkapkan Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Wahyu Dinata, di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, (30/9/2012).
"Yang unik di Pilkada ini, banyak elemen organisasi masyarakat sipil yang turut memantau, ikut mengawal, berpartisipasi aktif, dan mengawasi penyelenggaraan pemilukada," kata Wahyu.
Ia mengungkapkan, pada pelaksanaan Pilkada tahun ini, seluruh komponen masyarakat ikut memantau. Menurutnya, hal ini baik bagi pendidikan demokrasi. Wahyu juga berharap apa yang dilakukan civil society pada Pilkada DKI dapat berkembang dan kembali terjadi pada Pemilu dan Pemilihan Presiden 2014.
"Di Pilkada DKI 2012 ini banyak sekali civil society seperti KIPP, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan lainnya itu sebagai wujud kepedulian masyarakat untuk terus mengawal jalannya proses demokrasi di Jakarta ini," kata Wahyu.
Kampanye
Selain itu, Wahyu juga menekankan, definisi kampanye harus ditinjau ulang. Selama ini, jika memenuhi empat unsur, baru dapat dikategorikan sebagai kampanye.
"Misalnya dua unsur kampanye terpenuhi, itu dapat ditindaklanjuti. Kalau empat unsur baru terpenuhi unsur kampanye, maka akan menjadi celah akal-akalan bagi pasangan calon untuk melakukan kampanye," ujar Wahyu.
Sementara, terkait isu yang bergulir, menurutnya, sama dengan Pilkada DKI tahun 2007, yaitu seputar politik uang dan isu SARA. "Namun, isu itu tampaknya tidak terlalu memengaruhi pemilih," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.