JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat terorisme Mardigu Wowiek Prasantyo menilai, para pelaku terorisme yang disergap tim Densus 88 Antiteror hanyalah para eksekutor di lapangan atau yang disebutnya sebagai "Macho Man".
Hal ini terlihat dari cara beraksi para pelaku yang cenderung serampangan. "Di dalam jaringan terorisme itu ada macho man, dan ada brain man. Yang pasti ini bukan otaknya karena terlihat asal-asalan. Mereka ini masuk ke kategori macho man karena tenaganya dimanfaatkan," ujar Mardigu, Sabtu (1/9/2012), saat dihubungi wartawan.
Dia melanjutkan, hal itu terlihat dari jarak tembakan yang terbilang dekat sehingga beresiko ketahuan dan teridentifikasi. Selain itu, sehabis menembak, pelaku terorisme kelas kakap akan dengan cepat melarikan diri dan menyamar ke daerah lain.
Sementara, para pelaku teror yang menyasar pos polisi di Solo ini justru masih terus berada di sekitar lokasi kejadian. Pada saat penyergapan tim Densus, dua orang pelaku yakni Mukhlis dan Farhan justru mengendarai sepeda motor yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari pos polisi Singosaren yang menjadi lokasi penembakan terakhir.
"Mereka habis menembak masih di situ-situ saja. Kalau lihai, mereka pasti sudah ada jauh dari Jawa Tengah," kata Mardigu.
Diberitakan sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri melakukan penggerebekan dan penangkapan terduga teroris di Jalan Veteran, Solo, Jawa Tengah, Jumat (31/8/2012) malam. Saat itu, sebuah sepeda motor yang dicurigai sebagai pelaku teror dipepet oleh rombongan mobil berisi anggota Densus 88.
Ketika hendak disergap, para pelaku melakukan perlawanan hingga akhirnya terjadi baku tembak. Dua orang terduga teroris tewas di tempat yakni Farhan dan Mukhlis. Sementara seorang anggota Densus 88 turut gugur dalam tugasnya bernama Bripda Suherman. Satu orang terduga teroris lainnya yakni Bayu ditangkap di Karanganyar, Jawa Tengah.
Kelompok ini merupakan kelompok terorisme yang pernah bergabung dan melakukan latihan militer bersama Abu Sayaf di Mindanao, Filipina. Mereka kemudian masuk ke Indonesia dan melakukan aksi teror ke sejumlah pos kepolisian pada bulan Agustus 2012.
Ada tiga aksi teror di Solo yang melibatkan kelompok ini. Pertama, penembakan di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012) malam. Seorang anggota Polsek Singosaren bernama Bripka Dwi Data Subekti meninggal dunia akibat luka tembak di bagian dada.
Kedua, aksi pelemparan granat di Bundaran Gladak, Jalan Jenderal Sudirman, Sabtu (18/8/2012). Pada kejadian tersebut, dua polisi terluka.
Terakhir, kelompok ini beraksi dengan melakukan penembakan di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012) malam. Seorang anggota Polsek Singosaren bernama Bripka Dwi Data Subekti meninggal dunia akibat luka tembak di bagian dada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.