”Kue yang kami bagikan pada hari raya Idul Fitri adalah kue yang kami pesan kepada orang Muslim agar tidak menimbulkan kecurigaan. Itu sudah kami lakukan setiap Idul Fitri,” kata Djeek Detamor Gandey, penatua (pengurus gereja untuk membantu tugas pendeta) di Banuroja.
Pengelola Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah di Desa Banuroja, KH Abdul Ghofur Nawawi, mengakui, saat umat Hindu dan Kristen merayakan hari besar agama mereka, pimpinan dan perwakilan santri pesantren berkunjung. Maksud kunjungan tersebut semata-mata untuk bersilaturahim dengan tokoh dan warga Hindu serta Kristen. Jalinan silaturahim itu tak pernah absen dilakukan saat Natal dan Nyepi.
”Saya dan beberapa santri biasa mengunjungi tokoh dan pemuka dari Hindu atau Kristen ketika perayaan Natal dan Nyepi. Biasanya kami bawakan mereka hasil bumi, seperti jagung atau jeruk,” ujar Ghofur.
Tak hanya saat perayaan hari besar agama, pesantren yang memiliki agenda rutin pengajian akbar sekali dalam sebulan pun turut dihadiri warga umat Hindu atau Kristen.
Hal itu diakui Ketua Badan Permusyawaratan Desa Banuroja I Made Suardana yang asli putra Bali dan memeluk agama Hindu. Menurut dia, jika tak ada kegiatan penting, dirinya turut menghadiri pengajian akbar yang diselenggarakan pihak pesantren sekali dalam sebulan. ”
Saya tidak mempersoalkan materi dalam pengajian. Sebab, yang dibahas adalah bagaimana menjaga kerukunan antarumat dan sikap saling toleransi,” kata Made.
Hubungan harmonis antarpemeluk dan etnis di Banuroja perlu jadi inspirasi di tengah sentimen isu SARA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.