Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solusi untuk Praktik Kerja Alih Daya

Kompas.com - 20/07/2012, 02:05 WIB

Keempat, multitafsir terhadap definisi ’pekerjaan utama’ dengan ’pekerjaan jasa penunjang’. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari satu daerah bisa memiliki tafsir yang berbeda dengan daerah lain dalam menetapkan jenis pekerjaan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya menyebutkan lima contoh pekerjaan jasa penunjang, yakni jasa kebersihan (cleaning service), penyedia makanan, tenaga pengamanan, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, dan usaha penyediaan angkutan buruh.

Kelima, buruh sulit bergabung menjadi anggota serikat buruh akibat pendeknya usia masa kerja dan buruh takut tidak mendapat perpanjangan kerja. Kondisi ini makin melengkapi kerentanan perlindungan terhadap mereka dengan absennya pengawasan ketenagakerjaan.

Keenam, akibat izin alih daya bisa dikeluarkan oleh kementerian atau dinas tenaga kerja dan transmigrasi di pusat dan daerah, pengawasan ketenagakerjaan menjadi tidak efektif. Perusahaan yang melakukan pelanggaran di wilayahnya hanya bisa disidik oleh pengawas dari daerah bersangkutan. Misalnya, di Kabupaten Bogor ada ratusan perusahaan alih daya yang beroperasi, tetapi hanya sepertiga dari jumlah perusahaan ini yang izinnya berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bogor.

Upaya perbaikan

Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang bebas dari praktik bisnis alih daya. Yang membedakan hanya pada sistem dan mekanisme perlindungannya. Indonesia adalah negara yang perlindungannya sangat minim. Itulah sebabnya pemiskinan buruh terjadi secara sistematis sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 diperkenalkan.

Di Australia, upah buruh alih daya 25 persen lebih tinggi ketimbang buruh tetap. Upah lebih tinggi ini dimaksudkan untuk mengompensasi tiadanya pesangon dan cuti tahunan. Di Malaysia, Filipina, dan Thailand, buruh kontrak hanya diperkenankan untuk digunakan selama enam bulan, sementara di Indonesia dimungkinkan penggunaan selama tiga tahun.

Untuk mencegah kerusakan yang semakin parah, pemerintah harus segera melakukan tindakan sebagai berikut. Pertama, pemerintah perlu segera merevisi atau mengganti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan alasan undang-undang tersebut telah tercabik-cabik akibat seringnya Mahkamah Konsitusi merevisi pasal-pasal undang-undang tersebut.

Sejauh ini sudah enam putusan Mahkamah Konstitusi yang merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan tampaknya ini masih akan terus bertambah. Jadi, atas dasar kepentingan yang mendesak, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bisa mengajukan draf undang-undang baru ke DPR tanpa harus melewati prosedur normal program legislasi nasional.

Kedua, upah buruh alih daya seharusnya dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan upah buruh tetap karena buruh alih daya cenderung buruh kontrak yang tidak memiliki akses untuk mendapat pesangon, mereka dikontrak secara terus-menerus, tidak dicakup dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dan tidak memiliki kepastian kerja. Di sinilah seharusnya pemerintah tampil memberikan keadilan dengan memberikan perlindungan tambahan terhadap mereka yang berada dalam posisi rentan ini.

Perbedaan upah dengan buruh tetap itu setidaknya 8,3 persen per bulan. Angka ini lahir dari asumsi, bila buruh menerima tambahan sebesar 8,3 persen di atas upah buruh tetap per bulan, dalam 12 bulan mereka akan mendapat upah 100 persen, atau sama dengan satu bulan gaji. Selisih satu bulan ini adalah kompensasi sebagai pengganti pesangon. Dengan adanya sistem pengupahan seperti ini, akan berkurang minat pengusaha menggunakan buruh kontrak (outsourcing) karena biaya yang dikeluarkan untuk membayar ongkos buruh menjadi sama besarnya dengan jika menggunakan pekerja tetap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com