Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat Indonesia di "Las Palmas"

Kompas.com - 10/07/2012, 03:20 WIB

Oleh Karel A Polakitan

KOMPAS.com — Miangas yang merujuk pada sebuah pulau di Kecamatan Miangas, Kabupaten Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, oleh sebagian orang Filipina dan penduduk setempat, sering disebut "Las Palmas" atau "Pulau Kelapa".

Penamaan Pulau Miangas bisa saja disebut sebagai "Las Palmas" karena dari sejarah panjangnya pulau ini pernah diklaim masuk dalam wilayah Filipina, yang berujung di meja perundingan dan putusan Mahkamah Internasional.

Ada juga yang menyebut pulau terluar Provinsi Sulawesi Utara yang berbatasan dekat dengan Filipina ini dengan nama "Po Llaten" karena tampak seperti ada cahaya di kejauhan.

Sumber lainnya bahkan mengartikan Miangas sebagai 'menangis' atau 'kasihan' karena posisi pulau ini agak jauh dari ibu kota kabupaten dan harus ditempuh beberapa jam menggunakan kapal perintis atau Pelni, bahkan kapal ikan sejenis pamboat.

Itu pun harus melalui lautan luas dan tingginya gelombang Samudra Pasifik yang kadang berkecamuk hingga empat meter.

Meski terdapat beragam versi penamaan, satu hal pasti yang tetap diajarkan turun-temurun adalah pulau ini menjadi bukti kehormatan dan harga diri Indonesia yang tetap dipertahankan dari klaim-klaim kepemilikan negara tetangga.

Pulau Miangas tak salah disebut "Las Palmas" atau "Pulau Kelapa". Di atas tanahnya yang bertekstur padat berbatu, tumbuh lebat pohon kelapa yang hampir menutupi seluruh luas daratan sekira 2,39 kilometer persegi.

Kekayaan alam yang melimpah di pulau yang bila dilihat dari kejauhan berbentuk seperti kapal besar mengapung itu sejak dulu sudah menjadi daya tarik magis bangsa Sulu Filipina atau bangsa lainnya, Belanda atau Portugis.

Ketertarikan bangsa lain bahkan harus berujung pada peperangan melawan masyarakat asli Pulau Miangas yang masih kental dengan adat istiadatnya.

Dari sejarahnya, perlawanan masyarakat Pulau Miangas dengan bangsa Sulu terjadi beberapa kali dan harus berakhir dengan pertumpahan darah. "Ini sebagai tanda penghormatan terhadap tanah lelulur yang tidak mau dirampas," kata tokoh adat Pulau Miangas, Robustianus Papea, Mangkubumi II.

Meskipun tidak ingat lagi kapan terjadinya peperangan dengan bangsa Sulu, Robustianus mengatakan, peperangan pertama pecah setelah dua belas perahu penuh prajurit Sulu harus berhadapan dengan 25 kstaria gagah berani pulau itu.

Menurut dia, bangsa Sulu yang bersenjata tombak dan panah harus berhadapan dengan kstaria yang hanya mengandalkan fisik. Pertempuran di Tanjung Bora pecah dan saling kejar-kejaran hingga ke Gunung Keramat, lokasi yang menjadi tempat berdirinya "Mercu Suar".

"Panglima perangnya adalah Opa Are, tua-tua adat waktu itu. Dia juga gugur bersama dengan kstaria pulau itu," kata dia.

Merawat Indonesia di Pulau Miangas atau Las Palmas juga pernah terjadi pada masa pemerintahan Raja Santiago dari Manganitu (wilayah ini sekarang masuk Kabupaten Sangihe) yang memimpin sekira tahun 1670-1675.

Wilayah kekuasaan Santiago cukup luas karena meliputi wilayah Sangihe dan Talaud, termasuk Pulau Miangas, di ujung bagian utara Sulawesi.

Santiago akhirnya dihukum gantung karena tidak mau tunduk kepada penjajah Belanda kala itu.

Kepahlawanannya karena tidak tunduk kepada penjajah Belanda di wilayah Sangihe dan Talaud diabadikan dalam sebuah monumen Santiago yang dibangun tepat di depan dermaga Pulau Miangas.

Pada monumen yang diresmikan Mayor Jenderal Djoko Susilo Utomo pada 2009, terpampang tegas sikap Santiago, "Biar saya mati digantung, tidak mau tunduk kepada penjajah".

Kalimat heroik Santiago menurut Mangkubumi akan terus mendarah daging dari 12 suku yang menjadi penduduk asli Pulau Miangas saat ini.

"Kami juga akan mempertahankan tanah kami apabila ada bangsa lain yang mau merampasnya. Sejengkal pun tidak akan kami berikan," kata Mangkubumi.

Merawat Indonesia di Las Palmas di masa lalu yang sarat perjuangan tak sekadar melukiskan bahwa pulau ini kaya potensi dan sumber daya alam sehingga harus dipertahankan.

Lebih daripada itu, Pulau Miangas adalah kehormatan dan harga diri bangsa yang harus dipertahankan. Begitu kalimat Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) VIII Manado Laksamana Pertama (Laksma) TNI Guguk Handayani, saat bersama Gubernur melakukan kunjungan ke pulau ini, bulan lalu.

Bagaimana dengan saat ini? Sudahkah warga di pulau ini "dirawat" seperti warga Indonesia lainnya yang terserak di pulau-pulau berpenghuni?

Bila dirunut, transportasi laut tidak terjadwal baik karena hanya dua pekan sekali kapal perintis dan Pelni merapat ke dermaga Miangas.

Selain itu, sinyal telepon seluler kadang-kadang hilang serta sering terganggu dan mengganggu komunikasi. Tak hanya itu, tenaga dokter pun jarang bertugas dengan keterbatasan perangkat pelayanan kesehatan, serta tenaga pendidik dan sarana pendidikan.

Belum lagi harga bahan bakar minyak yang melambung tiga sampai empat kali lipat dari harga dasar karena terkendala distribusi.

Atau keterbatasan distribusi bahan pangan karena terkendala transportasi laut.

Masih banyak lagi potret keterbatasan yang terjadi dan mendinamika bersama 763 warga pulau ini, dan tidak tahu kapan usainya.

"Mereka sungguh pertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Wajarlah pemerintah, siapa pun dia, anggota masyarakat turut memerhatikan mereka agar mereka tidak berpaling melihat negeri lain, yang lebih baik dari kita," kata I Gede Subawa, Direktur Utama PT Askes, saat memberikan keterangan pers di atas KRI Teluk Mandar, akhir Mei.

Meski begitu, pemerintah sekarang sementara membangun pulau ini menjadi beranda terdepan NKRI.

Beragam kebutuhan pokok secara berkala dipasok, sarana dan prasarana mulai dibangun hingga terus memacu pembangunan bandara Miangas di pulau ini.

"Kita" berharap masih ada Opa Are, Opa Mura (panglima perang setelah Opa Are), Raja Santiago lainnya yang mau merawat Indonesia di "Las Palmas" di masa depan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com