Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengoplosan Premium dan Pertamax Harus dengan Kartu Kendali

Kompas.com - 04/04/2012, 13:47 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana pemerintah untuk mengoplos Premium dan Pertamax demi menekan subsidi bahan bakar minyak dinilai harus dikaji dengan hati-hati. Implementasi pengoplosan bahan bakar minyak bersubsidi dan nonsubsidi itu seharusnya disertai pengendalian dengan kartu kendali.

Jika tidak menggunakan mekanisme distribusi tertutup dengan kartu kendali, menurut anggota Komisi VII DPR, Satya W Yudha, Rabu (4/4), di Jakarta, besar kemungkinan akan ada migrasi besar-besaran dari Pertamax dibandingkan migrasi dari Pertamax ke Premium dengan pertimbangan besaran angka oktan (RON).

"Pemerintah sampai saat ini belum mengajukan secara resmi alokasi Pertamax dengan Premium dari jatah alokasi Premium yang sebesar 40 juta kiloliter. Karena menyangkut subsidi, maka pemerintah seharusnya segera mengalokasikan volume yang diperlukan secara resmi ke DPR," kata Satya menegaskan.

Pada kesempatan sama, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo memunculkan ide agar bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang beroktan 92 dicampur dengan Premium yang beroktan 88 sehingga menghasilkan Premix yang beroktan 90. Ia percaya, Premix akan dibeli banyak orang nantinya.

"Tadi ada ide saya ngobrol dari beberapa teman bagaimana kalau Pertamina menyediakan Premix ron (oktan) 90. Jadi campuran antara BBM yang disubsidi (Premium) Ron 88 dan Pertamax Ron 92," kata Widjajono seusai menghadiri diskusi terkait penggunaan bahan bakar gas untuk transportasi, hari ini.

Jadi, nantinya penetapan harga jual Premix bisa diambil tengah-tengah, antara harga Premium yang sebesar Rp 4.500 per liter dengan Pertamax yang saat ini telah menembus angka Rp 10.000 per liter. Dengan begitu, Premix bisa dipasarkan dengan harga Rp 7.250 per lite.

"Harganya dibagi dua saja," kata Widjajono menambahkan. Dengan harga Rp 7.250, pemerintah hanya memberikan subsidi dengan besaran separuh dari subsidi yang diberikan untuk Premium. "Karena terus terang itu ada pasarnya," katanya lagi.

"Di Indonesia, ada orang yang tidak mau memakai Pertamax, tetapi kalau pakai Premium dengan harga Rp 4.500 kok merasa terlalu banyak mengambil uang negara," kata dia. Widjajono pun mengatakan, ide ini belum disampaikan ke Pertamina. Tapi, kata dia, Pertamina tidak akan mengalami kerugian dengan kehadiran Premix. Masalah blending (pencampuran kedua jenis BBM) pun tidak sulit.

"Ya kalau bisa pencampuran Premium dan Pertamax ini dilakukan secepatnya. Semakin cepat, subsidi itu berkurang," ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com