Masih dalam rangka lawatan politik, Serat Kembang Wijaya Kusuma mendokumentasikan kisah perjalanan Paku Buwono X bersama permaisurinya naik mobil ke Batavia. Suatu saat, pengawalnya mengira mobil yang ditumpangi Sunan menabrak trem listrik. Namun, berkat kepiawaian sopirnya, Sunan selamat.
Sekembalinya ke keraton, sopir tadi naik pangkat menjadi mantri dan diberi nama Atmomaruto oleh Paku Buwono X. Kata ”atmo” berarti anak dan ”maruto” artinya angin. Pemberian nama baru ini bukan tanpa maksud. Nama itu dianugerahkan atas dasar kebolehannya menjalankan mobil yang bisa melaju seperti anak angin.
Meski kisah historis ini telah lewat satu abad, kendaraan roda empat hingga kini masih saja menjadi simbol ekonomi yang mewah. Masyarakat level bawah tentu sulit ikut memesan SUV Kiat Esemka. Mereka hanya bisa mendukung serta berharap pejabat negeri dan golongan berduit memanfaatkan karya anak bangsa. Lebih jauh lagi, mengapresiasi dengan cara memakai produk lokal ialah cermin dari sikap nasionalisme. Mengapa tidak didukung?