Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantra Sandal Jepit Anak Gunung

Kompas.com - 10/01/2012, 09:21 WIB

Oleh M. Hari Atmoko

Caping berhias tempelan beberapa pasang sandal jepit menutup kepala anak itu hingga wajahnya tak tampak, tetapi kedua tangannya menengadah di depan dadanya, saat memainkan performa "Mantra Sandal Jepit".

Empat kawan lainnya anak Gunung Andong, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tersebut, memainkan peran performa lain dengan properti beberapa pasang sandal jepit sudah lusuh juga, dua di antaranya memainkan gerak tarian gunungan wayang.

Iringan  tiga bende ditabuh lirih oleh sejumlah kawan mereka yang berasal dari Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang itu.

Sore itu, puluhan anak remaja Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) mementaskan repertoar bertajuk "Sandal Gunung" di panggung terbuka Taman Metamorfosa Studio Mendut, di tepian alur Kali Pabelan Mati, Kelurahan Mendut, Kabupaten Magelang, sekitar 3,5 kilometer timur Candi Borobudur.

Panggung beralas tanah, di bawah pepohonan hijau, dan berbagai patung batu, dengan instalasi antara lain kain hitam, tiga kursi kuno dengan balutan kain hitam, patung kepala buto di atas papan setinggi 1,5 meter berbalut kain hitam dengan gantungan kelinting antik serta palu besi, menghiasi arena pementasan anak-anak KLG selama satu jam.

Mereka bersolider terhadap AAL (15), seorang siswa sekolah menengah kejuruan di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, yang menghadapi proses hukum atas kasus pencurian sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sulteng.

Jaksa mendakwa menggunakan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dengan ancaman hukuman lima tahun penjara terhadap AAL, sedangkan hakim pengadilan setempat memvonis AAL bersalah pada sidang Rabu (4/1) meskipun tidak menjatuhkan hukuman kurungan. Hakim memerintahkan agar anak itu dikembalikan kepada orang tuanya untuk pembinaan.

Saat pergelaran "Sandal Gunung" di Studio Mendut dengan ditonton puluhan anak anggota komunitas seniman petani itu, lelaki yang wajahnya tertutup caping tersebut, Prayogo (17), duduk bersila membacakan untaian bernada doa menggunakan bahasa Jawa yang disebutnya sebagai mantra terkait dengan kasus sandal jepit di Palu.

"Niat ingsun dongo, ora ndongani negoro, kawulo lan panguoso. Ingsun ndongani srandal. Srandal kang mung digawe slemek mlaku sikile panguoso kang murko, wedi marang kabeneran. Aku ndongo, dongane aku ora kanggo wong duroko kang duwe watak murko koyo dene bethoro kolo, kang ora rumongso warek mangan bondho donyo nganti gelem nguntal marang sakpodo-podo. Aku ndongo ora kanggo panguoso kang gelem cidro. Dongaku kanggo srandal kang mulyo, dongaku kanggo srandal kang utomo, dongaku mbesok ono srandal mlebu ing wetenge panguoso sing wis kantean bondo lan donyo. Srandal, srandal, srandal. Iki dongaku".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com