Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Megalitikum di Bali

Kompas.com - 05/01/2012, 21:30 WIB

Peneliti Balai Arkeologi Denpasar, I Made Geria, juga menduga, arca Bathara Datonta di kaldera Gunung Batur berciri megalitik. ”Sampai sekarang, masyarakat Trunyan memiliki orientasi spiritual kepada Datonta ini,” kata Geria. Di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di Trunyan pula terdapat batu berdiri.

Arca Datonta merupakan perwujudan dewa tertinggi Trunyan, Ratu Sakti Pancering Jagat. Arca raksasa ini terbuat dari batu padas setinggi 4 meter. Masyarakat Trunyan percaya, cikal bakal mereka adalah para leluhur yang akhirnya bersatu dengan arca Datonta. ”Di samping sebagai arca megalitik, arca Datonta itu juga dipercaya oleh masyarakat Trunyan sebagai pendewaan leluhur mereka,” kata Geria.

Pura Puncak Penulisan

Di kompleks Pura Puncak Penulisan, pura tertinggi di Bali, juga terdapat sejumlah artefak batu yang, menurut Thomas A Reuter (2002), dibuat sebelum datangnya pengaruh Hindu-India ke Bali.

Batu berdiri yang terbuka menghadap langit di Pura Batu Madeg (kompleks Besakih) dianggap memiliki ciri-ciri megalitik. Hasil kebudayaan zaman megalitikum antara lain bangunan terdiri dari batu besar, seperti tiang batu berdiri, susunan batu, dan arca batu. Arca-arca peninggalan zaman itu juga tidak dikerjakan secara detail, sekadar mendapatkan bentuk yang diperlukan.

David J Stuart-Fox (2002) mengungkapkan, batu berdiri yang menjadi nama Pura Batu Madeg ini sekarang dikelilingi bangunan suci paling penting, meru beratap 11 yang didedikasikan untuk I Dewa Batu Madeg yang diidentifikasikan dengan Bhatara Wisnu.

”Ciri megalitik dari salah satu bangunan suci ini menunjukkan keberadaan sebuah tempat suci kuno yang mungkin sudah ada sebelum pengaruh Majapahit (ke Bali),” tulis Stuart-Fox.

Ciri megalitik ini, menurut Stuart-Fox, juga ada di Pura Kiduling Kreteg di Besakih dalam bentuk bangunan bebaturan. Kedua bangunan ini semula merupakan bangunan suci megalitik kecil. Puncaknya yang terbuat dari batu masih tetap digunakan setelah pembangunan kembali. Bangunan tersebut didedikasikan untuk sedahan atau pembantu-pembantu para dewa.

Selain di sekitar Gunung Batur, sebaran tempat pemujaan megalitik di gunung itu banyak ditemukan di Gunung Agung. Gunung tertinggi Bali ini semakin mendapat tempat dalam ritus pemujaan sejak kedatangan Majapahit ke Bali. Kini, sekitar 1.000 pura dibangun mengelilingi gunung ini, dan Pura Besakih menjadi yang terbesar. Hampir semua klan di Bali memiliki pura klan di kaki gunung itu.

Dari gerbang Pura Besakih, kami memulai pendakian ke Gunung Agung pada 30 September 2011. Sepanjang perjalanan, kabut menyelimuti hutan lebat di lereng Gunung Agung. Gerimis yang sesekali turun menambah suasana magis gunung itu. Semalam menginap di salah satu ceruk gunung ini, kami memulai perjalanan menuju puncaknya pada pukul 03.00.

Menapak tebing batu terjal yang masih memperlihatkan aliran lava, kami sampai di puncak tertinggi di Pulau Dewata ini pukul 05.00. Semburat sinar mentari mencipta warna jingga di ufuk timur. Menyembul di balik balik awan jingga itu sebuah puncak lain yang terlihat menjulang lebih tinggi: Rinjani.

Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas

 

Lihat Ekspedisi Cincin Api - Agung Batur di peta yang lebih besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com