Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawang Diimpor, Pekerja Diekspor

Kompas.com - 18/12/2011, 21:20 WIB
Indira Permanasari dan Cornelius Helmy Herlambang

Patung bawang putih setinggi 2 meter itu kusam. Catnya mengelupas, betonnya mulai rompal. Dibiarkan telantar, monumen itu seolah mengabarkan bahwa zaman keemasan petani bawang putih di Desa Sembalun, Lombok Timur, sudah tamat.

Bawang putih (Allium sativum L) kini hanyalah cerita indah masa lalu bagi warga lereng Gunung Rinjani itu. ”Dulu, setiap musim panas, semuanya bertanam bawang putih,” kata Dian (40), petani di Sembalun, ”Sekarang tidak lagi. Bangkrut sudah....”

Petani lain, Rusman (50), mengenang masa kejayaan itu dengan banyaknya perubahan di desanya. Jalan yang semula tanah kemudian diaspal. Warga, yang semula menunggang kuda, berganti naik sepeda motor dan mobil.

Bahkan, setiap tahun, warga Sembalun berbondong-bondong naik haji. Istilah ”haji bawang putih” kemudian menjadi sangat populer di Sembalun.

Terletak di ketinggian 1.156 meter di atas permukaan laut, Sembalun merupakan tempat tumbuh ideal bagi bawang putih. Letusan Rinjani pada masa lalu menyuplai berbagai unsur hara, termasuk belerang, yang memberikan aroma khas pada bawang putih.

Masa jaya

Bawang putih telah ditanam secara tradisional sejak lama di Sembalun. Mulai tahun 1980-an, komoditas ini mencapai puncak kejayaannya dan bertahan hingga akhir tahun 1990-an. Selama kurun waktu tersebut, daerah itu menjadi salah satu sentra bawang putih di Indonesia.

Saat itu, produksi bawang putih di Sembalun mencapai 7-10 ton per hektar. Panen dilakukan setiap tiga bulan. Berlimpahnya panenan membuat bawang putih dari Sembalun dipasarkan hingga Pulau Jawa.

Dengan harga jual saat itu sekitar Rp 5.000 per kilogram, petani mendapat keuntungan 50-100 persen. Lahan kopi dan tanaman keras dibabat, diganti bawang putih.

Pembukaan lahan baru bawang putih kemudian mendatangkan orang-orang dari luar Sembalun untuk menjadi buruh tani.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com