Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impor Ikan, Manfaat Versus Petaka

Kompas.com - 06/12/2011, 08:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Impor ikan adalah opsi terakhir. Demikian penegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo terkait kebijakan membuka keran impor ikan bagi kepentingan industrialisasi perikanan.

Pernyataan itu boleh jadi melegakan kalangan industri pengolahan ikan di Tanah Air yang kerap kekurangan bahan baku. Utilitas pabrik pengolahan ikan saat ini rata-rata kurang dari 50 persen. Tahun ini, tak sedikit pula pabrik pengolahan ikan dan udang yang bangkrut dengan berbagai sebab.

Namun, benarkah instrumen impor ikan adalah opsi pamungkas yang tepat untuk mengatasi kekurangan bahan baku?

Dalam periode 2009-2014, pemerintah menargetkan peningkatan produksi ikan, baik tangkap maupun budidaya. Jika tahun 2009 produksi perikanan tangkap diproyeksikan 5,38 juta ton, tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,5 juta ton.

Sementara itu, produksi perikanan budidaya bahkan ditargetkan naik sampai 353 persen, yakni dari 4,78 juta ton pada tahun 2009 menjadi 16,89 juta ton pada tahun 2014.

Untuk mendukung kenaikan produksi, pemerintah menggulirkan dana stimulus senilai triliunan rupiah, berupa paket bantuan benih ikan, program bantuan 1.000 kapal nelayan guna mendorong daya jelajah dan hasil tangkapan ikan, serta penyaluran kredit usaha rakyat dari perbankan.

Di tengah upaya menggenjot produksi perikanan, masalah kekurangan bahan baku industri pengolahan belum menunjukkan titik terang. Desakan impor ikan terus muncul dari kalangan industri pengolahan.

Hasil tangkapan ikan yang musiman, yakni panen dan paceklik pada bulan-bulan tertentu, hingga kini belum direspons dengan pembenahan sistem logistik perikanan. Selama puluhan tahun negara mengelola sektor kelautan dan perikanan, tidak ada sistem penyimpanan dan pengangkutan ikan yang memadai dari sentra produksi menuju industri pengolahan.

Potensi hasil tangkapan ikan yang masih banyak di wilayah Indonesia bagian timur belum terdistribusi optimal untuk mengisi kebutuhan industri olahan. Bahkan, sejumlah nelayan di wilayah Maluku Tenggara terpaksa membuang ikan hasil tangkapan akibat tidak terserap pedagang dan industri olahan.

Timbul kesan, tidak ada desain pengolahan ikan yang terencana dan sejalan dengan produksi ikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com