Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 28/11/2011, 02:16 WIB

Banyak yang masih belum yakin apakah perubahan politik di Myanmar saat ini adalah perubahan yang sesungguhnya atau sekadar ”pulasan bibir” belaka?

Wajar kalau ada keraguan atau pertanyaan semacam itu. Hal tersebut mengingat catatan Myanmar hampir selama setengah abad di bawah pemerintahan rezim militer yang bisa dikatakan brutal. Selama masa itu, Myanmar hidup mengisolasi diri sehingga sering dibandingkan dengan Korea Utara.

Sepanjang masa itu, berita yang kerap terdengar adalah soal pemberangusan kebebasan, pembungkaman pendapat rakyat, larangan berserikat bagi buruh, dan larangan hidup bagi partai oposisi yang akhirnya melahirkan pahlawan demokrasi Aung Sang Suu Kyi.

Masyarakat dunia mencatat kemenangan partai pimpinan Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada Pemilu 1990 yang dibatalkan oleh penguasa militer. Saat itu NLD memenangi 59 persen suara dalam pemilu dan merebut 81 persen kursi (392 dari 485 kursi) di parlemen. Bukan kekuasaan yang diperoleh Suu Kyi, melainkan hukuman tahanan dan ia baru dibebaskan pada 10 November 2010.

Perjuangan dan perlawanan Suu Kyi untuk menegakkan demokrasi mendapat dukungan dunia. Hadiah Nobel yang diterima pada tahun 1991 menjadi bukti. Suu Kyi juga menerima Jawaharlal Nehru Award for International Understanding dari Pemerintah India (1992) dan International Simon Bolivar Prize dari Venezuela. Semua itu bentuk dukungan terhadap perjuangan Suu Kyi.

Kini, masyarakat internasional melihat terjadi perubahan di Myanmar. Penguasa baru hasil Pemilu 2010 yang diboikot oleh partai Suu Kyi melakukan sejumlah perubahan, antara lain membebaskan tahanan politik dan mengizinkan buruh untuk berserikat dan mogok.

Namun, kalangan pembela hak-hak asasi manusia berpendapat bahwa apa yang dilakukan rezim yang berkuasa hanyalah langkah kecil. Menurut Human Rights Watch Myanmar, jumlah tahanan politik yang dibebaskan baru sedikit dibandingkan dengan yang ada di penjara. Yang dibebaskan bukanlah tokoh-tokoh politik. Min Ko Naing, pemimpin demonstrasi mahasiswa pada tahun 1988, misalnya, belum dibebaskan.

Meski demikian, ASEAN dalam konferensi tingkat tinggi di Bali memutuskan Myanmar akan menjadi ketua ASEAN pada tahun 2015. Tentu diharapkan kepercayaan ASEAN itu akan mendorong proses demokratisasi di Myanmar semakin cepat dan sungguh-sungguh.

Pertanyaan terakhir adalah apakah rezim berkuasa benar-benar siap menerima kembali Suu Kyi terjun berpolitik dan bersaing dalam Pemilu 2015. Ini akan menjadi tes terhadap kesungguhan rezim yang berkuasa sekarang dalam berdemokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com