Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tahun SBY, Diperlukan Gagasan Besar

Kompas.com - 17/10/2011, 02:22 WIB

BAMBANG SETIAWAN

Diperlukan sebuah terobosan besar bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menaikkan kembali citra pemerintahannya di mata masyarakat. Terobosan tersebut bukan hanya lewat perombakan kabinet (reshuffle), melainkan juga lewat perubahan pola kepemimpinan dan kejelasan arah pemerintahan. 

Tanpa terobosan lewat gagasan besar, nyaris mustahil bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menahan merosotnya citra kepemimpinan dan pemerintahannya di mata publik. Kian tajamnya penurunan citra kepemimpinan dan pemerintahan Yudhoyono terbaca dari hasil jajak pendapat triwulanan Litbang Kompas yang mengukur kinerja pemerintahan. Dua tahun pada periode kedua kepemimpinannya bahkan terjadi penurunan kepuasan yang kian drastis pada beberapa bidang penilaian.

Jika dibandingkan dengan kepuasan yang dirasakan masyarakat pada awal pemerintahannya, rata-rata tingkat kepuasan masyarakat hanya tinggal separuhnya. Pada tiga bulan pertama pemerintahan Yudhoyono, kepuasan terhadap kinerja di bidang ekonomi disuarakan 45 persen responden, tetapi kini tinggal 25,7 persen. Demikian juga dalam bidang politik, hukum, dan kesejahteraan sosial, penurunan kepuasan masyarakat juga curam.

Penanganan pemerintah terhadap beberapa persoalan yang tadinya disambut cukup positif sekarang berbalik menjadi negatif, terutama terhadap dua hal: pemberian rasa aman kepada masyarakat dan pada langkah diplomasi internasional yang dijalankan pemerintah.

Pada tiga bulan pertama pemerintahannya Yudhoyono mendapat apresiasi positif dalam menjamin rasa aman warga dengan mendulang 62,7 persen suara responden, tetapi sekarang turun menjadi 36,1 persen responden. Penurunan pada triwulan terakhir tercatat paling tajam dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Aksi teror bom pada akhir September lalu di sebuah gereja di Solo, yang lagi-lagi mengguncang ketenteraman dan mengusik hubungan antarumat beragama, diduga turut memengaruhi respons publik atas rasa aman. Terlebih, akhir-akhir ini kian marak bentrokan antarkelompok masyarakat di sejumlah wilayah, baik kelompok pemuda maupun pelajar.

Dalam soal diplomasi internasional, langkah pemerintah dinilai makin tidak memuaskan. Jika di awal pemerintahan Yudhoyono mendapat apresiasi positif dari 55,9 persen responden, kini angka tersebut merosot menjadi 32,6 persen. Kondisi itu bahkan lebih buruk dibandingkan dengan ketika terjadi pemancungan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Hilangnya beberapa patok tapal batas antara Indonesia dan Malaysia di wilayah Tanjung Datu dan Camar Bulan, Kalimantan Barat, menambah buruk prasangka publik terhadap kinerja penyelenggara negara. Diplomasi pemerintah yang lemah dan kurangnya pengawasan terhadap wilayah perbatasan dipandang mengancam kedaulatan negara.

Citra Presiden berbalik

Langkah Yudhoyono memimpin kabinet dipandang sudah kedodoran sejak setahun pemerintahannya dan makin menunjukkan tanda-tanda krusial sejak enam bulan lalu. Terbukanya kasus korupsi yang diduga melibatkan anggota kabinet di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyeret citra kepemimpinan Yudhoyono ke titik terendah dan memengaruhi buruknya citra pemerintahan secara keseluruhan.

Sejak awal pemerintahan, publik sebetulnya menaruh harapan tipis kepada menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, tetapi semakin sinis akhir-akhir ini. Pada tiga bulan pertama pemerintahan, hanya seperempat dari seluruh responden yang merasa puas dengan kinerja menteri-menteri. Namun, kini menjelang perombakan kabinet, hanya 11,8 persen responden yang merasa puas atas kinerja mereka.

Kini, untuk pertama kalinya citra Yudhoyono sebagai presiden berbalik, dari positif ke negatif. Setelah tujuh tahun memerintah dengan mendapat pujian atas citra pribadinya yang dipandang baik, kali ini publik memandangnya lain. Sekarang, hanya satu pertiga responden yang memandang citranya baik.

Soal tiadanya ketegasan dan pembiaran atas sejumlah peristiwa yang seharusnya memerlukan campur tangan negara jadi titik rawan dari kepribadian Yudhoyono, yang kerap dinilai tidak cocok dengan situasi sosial saat ini. Sosoknya sebagai tentara yang terlihat reformis dan demokratis semula menjadi harapan bagi penyelesaian berbagai persoalan.

Namun, tampaknya situasi sosial yang berubah cepat membawa ekspektasi baru yang sulit diimbangi dengan hanya modal kepribadian santun. Ketegasan, kecepatan, dan kepemimpinan kuat kian menjadi magnet yang mengarahkan keinginan publik pada sebuah sosok kepemimpinan baru.

Bisakah Yudhoyono melakukan perubahan pada pola kepemimpinannya? Jika dapat, cukupkah untuk memulihkan citranya di mata publik?

Jika Presiden berkonsentrasi pada dua hal, yaitu merombak kabinet dan mengubah pola kepemimpinan, tampaknya citra pemerintahan yang telanjur terpuruk hanya akan terangkat sedikit. Diperlukan lebih dari sekadar ”ganti baju” untuk mengakselerasi kekuatan baru.

Arah negara

Publik tampaknya menginginkan sebuah arah yang jelas bagi jalannya pemerintahan, diretasnya sebuah harapan baru di atas landasan visi yang kuat dari seorang pemimpin. Kecenderungan Yudhoyono, yang kerap tampil ke publik hanya mengklarifikasi sejumlah persoalan pribadi dan menanggapi isu-isu seputar langkah-langkah yang telah diambil pemerintahannya, tidak membuatnya dipandang sebagai pemimpin yang kuat.

Tiadanya gagasan besar yang coba dibangun di atas wacana publik tentang arah yang dituju pemerintahannya adalah kelengahan terbesar yang tampaknya tidak disadari Yudhoyono, tetapi dirasakan publik. Publik memandang, arah pembangunan yang ingin dicapai Yudhoyono tidak jelas, sebagaimana dilontarkan 62,7 persen responden.

Alih-alih menggariskan sebuah terobosan dengan gagasan besar bagi arah yang ingin dituju negara ini ke depan, perombakan kabinet justru lebih memperlihatkan sibuknya kompromi politik antara Presiden dan partai koalisinya. Terhadap perombakan kabinet yang sedang digodok Presiden di Puri Cikeas Indah, Bogor, publik pun pesimistis kinerja pemerintahan mendatang akan lebih baik. Hanya 45,1 persen yang yakin ada perubahan.

Jika demikian, tiga hal mungkin harus dilakukan bersamaan: meningkatkan kualitas kabinet lewat pergantian menteri, mengubah pola kepemimpinan presiden, dan menggariskan secara jelas sebuah gagasan besar bagi arah negara ini.(Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com