Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memutar Sejarah Tradisi Pernikahan Raja

Kompas.com - 12/10/2011, 03:10 WIB

Aloysius B Kurniawan

Pada 16-19 Oktober ini, masyarakat Yogyakarta akan menyaksikan prosesi agung pernikahan Gusti Kanjeng Ratu Bendara, putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X. Peristiwa ini akan menjadi fragmen sejarah tradisi Keraton Yogyakarta yang hidup dan bisa dinikmati masyarakat.

Tidak seperti pernikahan tiga putri Sultan sebelumnya, resepsi putri kelima Raja Keraton Yogyakarta ini sedikit berbeda karena akan mengulangi tradisi pernikahan zaman Sultan Hamengku Buwono VII yang memerintah pada periode tahun 1877-1920, di mana resepsi pernikahan akan digelar di Kepatihan, tempat tinggal Patih Danurejo yang kini sudah berubah fungsi menjadi Kompleks Kantor Gubernur Provinsi DIY. Prosesi inti pernikahan sendiri akan berlangsung selama empat hari empat malam, mulai 16 Oktober hingga 19 Oktober 2011. Seluruh prosesi akan didokumentasikan menjadi sebuah film dokumenter berdurasi sekitar satu jam.

”Selama ini kami tidak mempunyai dokumentasi video dokumenter tentang adat istiadat pernikahan keraton yang bisa dipublikasikan kepada masyarakat. Karena itu, kami mendokumentasikan semua rangkaian pernikahan mulai dari awal hingga akhir. Kami berharap masyarakat bisa mengenal dan memahami adat istiadat upacara pernikahan keraton,” kata calon pengantin wanita, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara, Kamis (6/10), di Keraton Kilen, Yogyakarta.

Proses pembuatan film dokumenter pernikahan adat keraton ini sudah dimulai sejak Juli lalu saat kedua calon mempelai berganti nama. Sesuai adat istiadat keraton, sebelum menikah kedua mempelai mendapat gelar dan nama baru dari Sultan. Putri Sultan yang awalnya bernama Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni (25) mendapat gelar baru GKR Bendara, sedangkan Achmad Ubaidilah (30) mendapat gelar dan nama baru Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara.

Penghageng Kawedanan Hageng Panitropuro Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo mengatakan, pemberian nama dan gelar baru adalah salah satu syarat bagi putra atau putri keraton yang akan menikah. Pemberian nama dimaksudkan agar kedua calon pengantin mewarisi keutamaan-keutamaan para leluhur mereka.

Setiap rangkaian ritual pernikahan, termasuk penganugerahan nama dan gelar didokumentasikan, seperti prosesi nyantri bagi pengantin laki-laki di Bangsal Kasatriyan untuk mulai mengenal tata budaya keraton, prosesi siraman, midodareni, tantingan (saat Sultan menanyakan kembali kemantapan hati kedua pasangan untuk menikah), upacara ijab kabul di Masjid Parepen, upacara panggih (saat pengantin laki-laki ditemukan dengan pengantin perempuan), upacara pondongan (pengantin laki-laki membopong pengantin perempuan), hingga prosesi resepsi di Kepatihan.

”Pada setiap upacara-upacara ini nantinya akan diberi penjelasan detail tentang makna-makna di dalamnya,” ucap GKR Bendara.

Kirab kereta

Pada hari ketiga hajatan pernikahan, yaitu 18 Oktober, kedua pengantin akan diarak dari Keraton Yogyakarta menuju Kepatihan menggunakan Kereta Kanjeng Kyai Jatayu. Di sinilah, sepasang pengantin akan diperkenalkan kepada masyarakat Yogyakarta.

Kereta pengantin juga akan diiringi kereta-kereta lain yang membawa kerabat serta prajurit keraton. Akan tampil pula kereta keraton bernama Permili yang mengangkut para penari yang akan tampil di hadapan tamu undangan di Kepatihan.

”Sesuai tradisi pernikahan keraton, para penari akan menampilkan dua tarian, yaitu Bedoyo Temanten dan Bedoyo Lawung Ageng,” kata Anggota Tim Media Center Pernikahan Putri HB X Kanjeng Raden Tumenggung Purwowinoto.

Selama prosesi kirab, Jalan Malioboro akan ditutup sementara. Meski demikian, seluruh masyarakat Yogyakarta diperkenankan untuk menyaksikan kedua pengantin yang diarak dari keraton menuju Kepatihan.

Terlepas dari segala macam tata cara dan adat istiadat, Keraton Yogyakarta merupakan komunitas yang sangat terbuka dengan pihak luar. Sebagai contoh, calon pengantin laki-laki putri bungsu Sultan justru berasal dari kalangan luar keraton.

Calon menantu Sultan, Achmad Ubaidillah, yang sekarang bergelar KPH Yudanegara, adalah pria kelahiran Lampung, 26 Oktober 1981. Ubai (demikian panggilannya) sekarang bekerja sebagai Kepala Subbidang Media Cetak Sekretaris Wakil Presiden.

Calon pengantin perempuan, GKR Bendara, mengaku tidak kesulitan saat pertama kali memperkenalkan Ubai kepada keluarga, khususnya Sultan. ”Tak ada masalah karena selama ini bapak (Sultan) selalu terbuka dengan teman-teman dekat saya maupun kakak-kakak saya. Pertama kali saya memperkenalkan Ubai saat ulang tahun bapak tahun 2007. Sejak saat itu, saya selalu mengajak Ubai melihat acara-acara adat keraton agar terbiasa,” ucap gadis yang biasa dipanggil Reni ini.

Peristiwa langka

Pernikahan putra Raja Keraton Yogyakarta merupakan peristiwa langka. Sebab, sesuai tradisi keraton, hanya putra dan putri raja saja yang berhak menyelenggarakan pernikahan di dalam kompleks Keraton Yogyakarta.

Karena itu, momen peristiwa pernikahan putri bungsu Sultan ini diharapkan mampu menjadi magnet pariwisata di Kota Yogyakarta sekaligus sarana pelestarian adat istiadat. Tak dipungkiri, keraton hingga saat ini masih menjadi tujuan wisata favorit Kota Yogyakarta, baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Tidak ingin melewatkan peristiwa bersejarah ini, Keraton Yogyakarta sendiri membentuk panitia inti berjumlah 100 orang untuk mempersiapkan seluruh prosesi pernikahan itu. Mereka telah mulai bekerja sejak Juli 2011 lalu.

Fungsi politik Keraton Yogyakarta memang telah hilang sejak puluhan tahun lalu. Meski demikian, adat istiadat serta aura kejayaan kerajaan ini masih terasa kuat hingga sekarang. Bahkan, Sultan sendiri sampai saat ini masih dipercaya masyarakat Yogyakarta untuk menjadi Gubernur DIY.

”Selama ini Keraton Yogyakarta masih menjadi poros adat istiadat Yogyakarta dan kami memiliki kewajiban untuk melestarikannya,” tutur Reni. Bulan ini, Yogyakarta akan menjadi saksi perhelatan budaya. Diharapkan, peristiwa ini tidak berhenti pada kemeriahan pesta pora belaka, tetapi benar-benar menjadi momen sejarah tradisi Keraton Yogyakarta yang hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com