oleh Lukas Adi Prasetya
KOMPAS.com — Tunjung (25) berhasil "lolos" ke pintu dermaga 1 di Pelabuhan Bakauheni, Jumat (2/9/2011) malam. Tangannya menggenggam sebuah mi instan kemasan cup. Matanya melihat ke kanan-kiri.
Gelombang pemudik yang hendak naik kapal feri dipandanginya dengan tatap mata berharap. "Mi instannya. Hangat, panas. Kalau beli di kapal, mahal. Beli saja di sini, mumpung belum masuk kapal, "serunya.
Seorang pemudik menghampiri dan memesan satu mi instan cup. Tunjung lantas membuka kemasan mi, menuang air panas dari termos. Sejurus kemudian, uang Rp 6.000 masuk ke kantongnya.
Tunjung tidak sendirian di dermaga ini karena bersama temannya, Indah, yang juga sama jualannya. Sebenarnya tempat ini tak boleh mereka sentuh, tetapi malam itu kebetulan ada kunjungan pejabat.
Sedikit celah untuk menyelinap, pastinya. "Kalau enggak begini, saya sulit dapat pembeli. Di bawah (pelabuhan) penuh pedagang. Ada 200-an yang jualan mi seperti saya ini," kata Tunjung.
Lebaran kali ini adalah musim yang buruk bagi mereka. Betapa tidak. Dulu, dalam sehari setidaknya bisa menghabiskan 10-20 dus. Satu dus berisi 20 mi instan siap seduh. Tetapi sekarang, 10 dus pun sulit. Setiap satu mi terjual, keuntungannya Rp 1.000.
Pendapatnya diamini oleh Indah. Agar dagangannya laku, ia praktis tidak istirahat selama hampir dua pekan ini. "Istirahatnya ya jika kelihatannya belum ada gelombang pemudik naik atau turun kapal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.