Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendulang Emas di Pedalaman Timor

Kompas.com - 08/08/2011, 04:12 WIB

Frans Sarong

Ada kesaksian mengejutkan ketika ”menusuk” wilayah pedalaman Timor di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, pekan kedua Juli lalu. Aktivitas pendulangan emas yang sejak lama dipahami sebagai kegiatan di pulau seberang kini nyata di depan mata, persisnya di Sungai Noenoni, Kecamatan Fatuleu Tengah.

Jumat (8/7) petang itu puluhan warga berbaris di tepi jalan ketika mobil Bupati Kupang Ayub Titu Eki bersama rombongan tiba dan berhenti di kampung mereka di Desa Nonbaun. Hampir semua warga masih menenteng peralatan khusus yang biasa dipakai untuk mendulang emas, seperti hoeb (wadah ceper berwarna hitam mirip potongan papan dari batu alam) atau atasu (kuali).

Maklum saja, mereka—seperti hari-hari sebelumnya selama kemarau— sejak pagi mendulang emas di Sungai Noenoni. Mengetahui rombongan Bupati segera tiba, mereka berhenti sejenak dan bergegas ke tepi jalan. ”Kami sangat bangga bisa jumpa Bapak Bupati hari ini. Desa kami masih terpencil sehingga sangat jarang dikunjungi pejabat tingkat camat sekalipun,” ujar Soleman Benani (57), tokoh masyarakat Desa Nonbau yang juga pendulang.

Setelah bersalaman dengan Bupati dan rombongan, mereka kembali ke alur sungai untuk melanjutkan aktivitas mereka. Mama Adolfina Masu mengarahkan air agar mengalir melalui lempengan hoeb miliknya. Matanya terus memerhatikan air meluncur bersama serpihan pasir dan material lain melalui hoeb-nya, siapa tahu bersama air juga mengalir butiran emas.

”Kalau ada emasnya, pasti tertahan di atas lempengan hoeb,” kata pendulang Christian Bait (61). ”Mendulang emas di sungai ini untung-untungan. Ada saatnya rezeki, tapi sering pulang dengan tangan hampa,” lanjut Mama Adolfina, yang hari itu kebagian rezeki sebutir emas seberat 2 gram atau senilai Rp 600.000.

Di titik lain, sejumlah pendulang mengandalkan atasu. Pendulangannya tidak membutuhkan air mengalir. Bongkahan pasir bercampur air dimasukkan ke atasu. Selanjutnya, diayak sambil perlahan menumpahkan airnya hingga menyisakan butiran pasir di bagian dasarnya. Kalau ada emas, pasti tertahan di dasar atasu itu.

Mendulang emas di Sungai Noenoni sudah dilakukan secara turun-temurun. Wadah hoeb adalah alat bantu pendulangan yang dikenal sejak awal. ”Pendulang zaman dulu atau hingga tahun 1970-an hanya mengenal hoeb, belakangan baru memanfaatkan atasu,” kenang Christian Bait.

Theresia Pitai bersama putranya, Hendra Pitai (12), termasuk beruntung saat pendulangan pada Jumat itu. Keduanya, dengan sebuah atasu, berhasil menjaring butiran emas berbobot lebih kurang 10,5 gram. Rezeki itu setara dengan Rp 3,150 juta karena emas plaser (hasil pendulangan dari sungai) berupa emas urai (butiran) atau bungkalan (bongkahan) kini dihargai Rp 300.000 per gram langsung di tempat pendulangan.

Rezeki menghebohkan didapat pendulang Christian Bait sekitar September tahun lalu. Pada hari keberuntungan itu—hanya dalam beberapa jam sebelum puncak siang—Christian dengan atasu-nya berhasil mendulang emas bungkalan seberat 149 gram.

”Emas itu langsung dijual di tempat seharga Rp 32.625.000. Uangnya sudah dipakai untuk membeli sepeda motor, membangun rumah, dan membiayai sekolah anak,” papar Christian.

Yustinus Tafuakan, Kepala Desa Nonbaun, selalu siap membeli emas hasil pendulangan masyarakat. Di rumahnya, Yustinus memiliki peralatan pembersih emas hasil pendulangan. Setelah melalui proses pembersihan, emas itu dijual ke Toko Ende (toko emas) di Kupang. ”Harganya bergantung pasaran dollar Amerika Serikat. Saat ini emas bersih dihargai Rp 340.000-Rp 350,000 per gram,” ungkapnya.

Tidak hanya di seberang

Pendulangan emas di Sungai Noenoni sejatinya dilakukan sejak lama, tetapi nyaris tak bergema karena kawasannya yang masih terisolasi. Hingga kemerdekaan RI berusia 66 tahun, infrastruktur jalannya masih berupa jalan tanah, bahkan berupa rintisan awal. Mobil yang berani melintas hanya jenis truk atau mobil bergardan ganda.

Alasan lainnya adalah karena Timor tidak tercatat sebagai bagian dari kawasan dalam jalur berpotensi emas di Indonesia, yang bentangannya hingga sejauh 8.000 kilometer. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, jalur emas Indonesia merentang dari Aceh sampai Sulawesi Utara, Irian Jaya, dan Kalimantan.

Daerah yang sudah diketahui cebakannya terdapat di Aceh, Meulaboh, Muara Sipongi, Salida, Gunung Arum, Bengkulu, dan Lampung. Kemudian di Banten, Bogor, Tasikmalaya, Pacitan, Purwantoro, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Sulawesi Tengah, Paleleh-Sumalata (Sulawesi Utara), Minahasa, Kepulauan Sangir-Talaud dan Kaputusan (Maluku). Yang lainnya berada di Pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya, seperti Geleide, Gunung Bijih (Ertsberg, Grasberg), Sungai Kakan, Pegunungan Cyclop, dan sekitar Jayapura.

Itulah sebabnya, hingga kisah pendulangan emas yang dilakukan warga sejauh ini seakan hanya terjadi di sejumlah lokasi lain di Indonesia. Sebut, misalnya, pendulangan emas di tanah Papua seperti di Sungai Kabur (Milika), sejumlah sungai di Distrik Uwapa (Nabire), atau Sungai Anafire (Jayapura). Contoh lainnya, pendulangan emas di Sungai Tahi Ite dan Wumbubangka di Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana (Sulawesi Tenggara), atau Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.

Bupati Kupang Ayub Titu Eki mengakui, bumi Timor tidak tampak dalam jalur berpotensi emas di Indonesia. Namun, pendulangan emas di Sungai Noenoni adalah fakta bahwa pulau tersebut memiliki kandungan emas juga. Meski demikian, Titu Eki berjanji, kandungan emas di kawasan Noenoni akan tetap dibiarkan sebagai ladang pendulangan masyarakat sekitarnya.

”Saya hanya mengizinkan pendulangan oleh masyarakat karena risiko kerusakan lingkungannya jauh lebih terbatas dibandingkan jika dieksploitasi oleh perusahaan besar,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com