Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komoditas Kelapa yang Terabaikan

Kompas.com - 29/07/2011, 04:02 WIB

Sejak itu, perkebunan kelapa dibiarkan tanpa ada pengembangan jelas dan peremajaan bibit. ”Pemerintah lebih serius menggarap sawit karena pelakunya sebagian besar perusahaan swasta, sementara kelapa pelakunya hanya petani kecil yang dananya minim,” ujar Donatus.

Hal tersebut diakui Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi. Dia mengatakan, kebijakan revitalisasi perkebunan yang digelontorkan tahun 2007 hanya menyentuh tiga komoditas, yakni sawit, kakao, dan karet. Pertimbangannya karena ketiganya sudah memiliki sistem industri yang mapan.

”Industri pengolahan kelapa belum banyak berkembang. Selain itu, teknologi peremajaan secara teknis juga masih sulit. Peremajaan harus membongkar akar, dan itu secara teknis cukup sulit,” paparnya.

Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh, industri pengolahan dalam negeri sudah berkembang pesat. Mereka bahkan kewalahan mencari pasokan kelapa untuk bahan baku. Akibatnya, kapasitas terpakai industri saat ini hanya berkisar 30 persen. Penurunan kapasitas terutama terjadi pada industri makanan dan minuman.

Kalangan industri telah mengajukan permohonan penerapan pajak ekspor kelapa, khususnya untuk kelapa segar. Kementerian Perdagangan mengakui, selama ini banyak butiran kelapa yang diekspor ke Singapura, Malaysia, dan Thailand. Sayangnya mereka tidak memiliki data rinci berapa jumlah ekspor di masing-masing negara tersebut. Di negara eksportir seperti Filipina dan Sri Lanka, kelapa sudah dikenai pajak ekspor.

Market Development Officer APCC Amrizal Idroes mengatakan, kontribusi kelapa bagi devisa negara selama ini masih rendah. Tahun 2010, kontribusinya baru 790 juta dollar AS. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun 2010 nilai ekspor kelapa sawit menembus 16,4 miliar dollar AS, kakao 1,6 miliar AS, dan karet mencapai 7,3 miliar dollar AS.

”Rendahnya kontribusi kelapa karena sebagian besar ekspor masih berupa kopra dan kelapa segar, yang nilai tambah ekonominya tidak terlalu besar. Seharusnya ekspor dalam bentuk produk olahan seperti makanan, minuman, dan minyak kelapa,” katanya.

Jika pemerintah mau serius menggarap kelapa, persoalan di hulu dan hilir harus terselesaikan. Kelapa seharusnya dijadikan komoditas strategis. Industri pengolahan didorong dengan menerapkan pajak ekspor.

Belajar dari pengalaman kakao, pajak ekspor sangat efektif mendorong pertumbuhan industri pengolahan. Penerapan pajak ekspor pada kakao di tahun 2009 berhasil mendongkrak produksi industri kakao olahan. Tahun 2010, produksi kakao olahan naik menjadi 150.000 ton dari 120.000 ton pada tahun sebelumnya. Catatan pentingnya, bagaimana pajak ekspor tidak menjadi celah bagi industri untuk menekan harga di tingkat petani.(ENY PRIHTIyANI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com