Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tukang Kawal Banjir Majalaya

Kompas.com - 28/04/2011, 11:38 WIB

Informasi akan datangnya banjir dari kawasan hulu kemungkinan kecil keliru, sebab relawan di sana juga berkoordinasi dengan petugas lapangan dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Bandung yang ditugaskan memantau ketinggian air Citarum di Majalaya. Adang Suhendar, nama petugas itu, selalu mengabari Garda Caah setiap kali permukaan air Sungai Citarum meninggi. Saat mengudara, Adang dikenal sebagai "Abah Uyut" dan berpasangan dengan istrinya, Ayuningsih, yang akrab dikenal sebagai "Mak Uyut".

Dalam operasinya, para pemuda ini menggandeng Radio Antarpenduduk Indonesia Lokal IV Wilayah Majalaya. Sejumlah tokoh dan pengusaha lokal pun membantu dengan menyumbang 11 handy-talkie. Alat itu dibagikan kepada pemuda yang menempati empat desa yang rawan di Majalaya, yakni Majalaya, Majakerta, Majasetra, dan Sukamaju. Informasi soal banjir Majalaya bahkan terdengar sampai Karawang.

Setelah relawan mengetahui kondisi lapangan, mereka menyebarkannya kepada tokoh kampung, RT dan RW. Semua warga diimbau bersiaga mengungsikan harta bendanya, atau memasang tanggul pasir di depan rumah. Warga yang sedang lelap di malam hari pun dibangunkan agar bersiap menghadapi banjir. Sering kali banjir datang tak terduga di malam hari.

Pada beberapa kejadian, warga lanjut usia sering terlupakan saat mereka lelap tidur. Akibatnya, ada yang terjebak atau luka-luka saat berusaha keluar dari rumahnya yang terkepung air dan lumpur.

“Tujuan awalnya memang pemberian informasi, sehingga ada kesiapan warga dan memperkecil jatuhnya korban,” ungkap Riki mengemukakan tujuan dasar garda banjir itu.

Namun, pada praktiknya, relawan Garda Caah juga pontang-panting di lapangan. Seperti pekerja serabutan, mereka mengerjakan apapun yang bisa dilakukan saat bencana tiba. Mereka turut mengangkati bantuan, membersihkan rumah yang terendam lumpur, membersihkan selokan dari lumpur, membersihkan jalan, sampai membawakan barang-barang berharga milik warga. Peralatan yang digunakan pun seadanya, seperti sekop, cangkul, tambang dan pelampung pinjaman.

Upaya Riki dan kawan-kawannya tak sia-sia. Pada banjir besar 12 November 2008, misalnya, tak ada korban jiwa dan warga yang terluka minim. Warga sudah banyak sedia karung pasir ataupun sudah keluar dari rumah saat banjir tiba. Hasilnya, 4.231 warga kecamatan itu selamat, sekalipun tinggi lumpur sampai satu meter di beberapa titik. Banjir lumpur itu merupakan yang terbesar di Majalaya setelah banjir tahun 1986.

Giat Sosialisasi

Mengetahui peran krusial generasi muda dalam mengantisipasi banjir, Riki dan kawan-kawannya di Garda Caah memasuki ranah pendidikan. Riki ikut menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian Citarum kepada anak-anak sekolah. Dalam setiap sosialisasi, ia membuat brosur atau pamflet yang berisi informasi singkat soal Citarum dan hal-hal sederhana yang bisa dilakukan oleh warga.

“Kebiasaan membuang sampah, misalnya, masih banyak orang yang tidak disiplin dengan membuang sampah sembarangan ke dalam sungai. Tetangga saya sendiri pernah saya tegur, tetapi karena yang bersangkutan tidak terima lalu sampai mau memukul saya,” ujarnya mengenang.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com