Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perintis Kebangkitan Citarum

Kompas.com - 25/04/2011, 13:24 WIB

"Kondisi hutan tahun 1988 masih sangat bagus. Gunung Wayang masih dikenal karena keangkerannya," ujarnya.

Maraknya pemberian Kredit Usaha Tani sekitar tahun 1998 membuat semua orang kian mudah memiliki modal untuk menjadi petani. Hal itu menimbulkan dampak serius kepada perkebunan sayur di Kertasari, orang yang datang dengan uang banyak lalu menyewa tanah garapan. Alih fungsi wilayah hutan menjadi lahan sayuran berlangsung dengan laju yang agresif dan berlangsung hingga 2002.

Kenyataan tersebut mengejutkan Agus sehingga memilih berbalik dan melawan arus. Dia sadar bahwa ada dua kepentingan yang sedang beradu yaitu memenuhi kebutuhan ekonomi serta kelestarian lingkungan yang dibutuhkan lebih banyak orang. Dia pun mengajak tokoh petani penggarap untuk berserikat dan mendirikan Forum Petak 73 sebagai wadah yang berisi 334 kepala keluarga.

Melalui musyawarah, aspirasi warga dikumpulkan dan dicatat satu per satu, dari sana kemudian disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Aspirasinya saat itu adalah mereka bersedia turun dari wilayah hutan asalkan ada pengganti komoditas untuk menghidupi keluarga. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah sapi perah yang bisa diadakan melalui mekanisme kredit atau hibah.

Pembunuh Petani

Keinginan pemerintah untuk menurunkan perambah ternyata tidak dibarengi dengan kekuatan anggaran. Dari 334 kepala keluarga yang ada di bawah Forum Petak 73, ternyata hanya mendapatkan bantuan domba sebanyak 580 ekor dengan skema setiap keluarga mendapat 11 ekor sehingga hanya 52 keluarga yang mendapatkan jatah bantuan.

Kondisi tersebut membuat posisi Agus terpojok, tidak ada solusi bagi 282 keluarga lain sambil menunggu domba yang dipelihara 52 keluarga hingga beranak dan bergulir. Demi menghindari keributan, dia membagi domba-domba tersebut kepada seluruh anggota meskipun tidak disarankan karena tidak efektif. "Yang penting mereka turun terlebih dahulu," katanya.

Tindakan Agus yang mengajak petani untuk turun dari perambahan membuatnya dapat julukan kurang mengenakkan, pembunuh petani. Yang membuat dia sakit hati, ada orang tua yang sengaja memindahkan anak mereka dari sekolah yang diajar Agus gara-gara tindakannya.

Sebutan itu tak lantas membuatnya ciut. Akhir tahun 2003, dia terpilih menjadi Ketua LMDH Tarumajaya yang menjadi cikal bakal LMDH Perhutani. Beranggotakan 786 orang, wilayahnya seluas 700 hektar, meliputi tujuh petak Perhutani.

Dia mengakui, sampai sekarang masih ada anggotanya yang tetap menanam sayur di wilayah Perhutani. Namun hal tersebut takkan membuatnya menyerah. "Tidak bisa menggunakan pendekatan represif, harus sabar membina dan menyadarkan mereka," kata Agus.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com