Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fobia Ulat Bulu di Republik Hantu

Kompas.com - 19/04/2011, 04:45 WIB

Oleh F Rahardi

Ledakan populasi ulat bulu belakangan ini sebenarnya bukan ancaman serius bagi sektor agro, lingkungan hidup, apalagi kesehatan manusia. Itulah fobia yang akan merugikan si penderita.

Akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an, Indonesia kesulitan pangan. Warga masyarakat biasa mengonsumsi pupa ulat avokad. Padahal, ulat avokad adalah jenis ulat bulu yang cukup besar dengan penampilan ”seram”. Panjangnya sekitar 5 sentimeter, warna tubuh hitam, bulu putih, kepala dan kaki merah, dan ada garis membujur yang juga berwarna merah di kedua sisinya. Akan tetapi, pupa yang disangrai sangat gurih dan kaya protein. Terlebih kepompongnya yang berbentuk jaring dan berwarna emas sekarang banyak dicari perajin sebagai bahan industri aksesori.

Tidak semua kepompong ulat avokad dipanen untuk dimakan pupanya. Pupa yang tersisa akan menetas jadi kupu-kupu indah. Andaikan semua ulat bulu yang ada sekarang ini selamat menjadi pupa dan kupu-kupu, ruang terbuka republik ini akan semarak dengan aneka kupu-kupu warna-warni.

Minggu lalu, di lahan garapan Kelompok Tani Lestari Griya Karmel di Purwakarta, saya melihat banyak sekali kupu-kupu kuning beterbangan berpasang- pasangan. Saya yakin sekarang anak ulat bulu sudah mulai memangsa apa saja yang hijau di kawasan tersebut.

Metamorfosis

Manusia memang selalu menyimpan paradoks dalam dirinya. Ulat, terlebih ulat bulu, sangat dibenci. Sementara keindahan kupu-kupunya dikagumi. Padahal, ulat tidak menyebarkan penyakit mematikan seperti nyamuk. Ketakutan terhadap ulat bulu sudah cukup serius hingga bisa disebut fobia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fobia diartikan sebagai ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya. Ketika kelompok ulat bulu merayapi dinding sekolah, kepala sekolah segera meliburkan para murid, bukannya menjelaskan bahwa ulat adalah larva kupu-kupu dan tidak berbahaya.

Semua ulat bulu memang akan bermetamorfosis jadi pupa, kemudian kupu-kupu. Sementara ulat tak berbulu akan menjadi moth, kupu-kupu malam, rama-rama, atau pijer (Jawa).

Penampilan moth tidak seindah kupu-kupu. Moth tidak akan beterbangan ke sana kemari seperti halnya kupu-kupu. Warna moth juga cenderung coklat atau abu-abu kusam, beda dengan kupu-kupu yang berwarna-warni cerah dan menarik. Spesies moth di dunia yang mencapai 150.000-250.000 spesies juga 10 kali lipat dibandingkan dengan kupu-kupu yang hanya 15.000-20.000 spesies.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com