Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UKM yang Tak Bias Jender

Kompas.com - 08/03/2011, 06:37 WIB

Di banyak kampus, unit kegiatan mahasiswa menjadi wadah untuk menampung minat dan bakat mahasiswa tanpa memandang jender. UKM seperti pencinta alam dan fotografi juga mewadahi minat dan bakat perempuan untuk beraktivitas di alam bebas dan bergelut di dunia fotografi. Sebaliknya, UKM tari dan paduan suara, misalnya, mewadahi minat dan bakat para lelaki mengeksplorasi dunia seni.

ejumlah mahasiswa yang terlibat di unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang bertolak belakang dengan pilihan mayoritas jender mereka mengakui, awalnya sulit dan butuh kerja keras untuk meyakinkan diri bahwa keterlibatan mereka itu bukan hal yang aneh dan salah. Hasilnya, keteguhan mereka membuktikan, perbedaan jender tak menjadi masalah dan hambatan.

Salah satunya dialami Lestari Ningsih (22), mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Sebagai mahasiswa baru, Lestari memilih UKM pencinta alam Wanala. Itulah mengapa pada 2007 ia mengikuti Pendidikan UKM Wanala Unair di Gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Kerasnya tempaan medan pendidikan sempat membuat nyalinya ciut. Semangatnya terkikis tatkala berada di antara peserta UKM lain yang mayoritas cowok.

”Rasanya canggung berada di antara mereka. Aku jadi banyak berdiam diri karena tidak terbiasa bersama mereka,” tuturnya.

Tapi, Lestari berusaha terus meneguhkan niat. Dia menyadari, menjadi pencinta alam tak mudah. Apalagi saat bergabung dengan UKM Wanala Unair itulah saat pertama kali ia mengenal dunia pencinta alam.

”Aku nangis, bayangan enak-enak dan senang-senang seperti berwisata langsung hilang,” katanya.

Namun, menjalani keseharian di Wanala dan mengenal teman-temannya lebih jauh menimbulkan rasa berbeda. Apalagi mereka tak memperlakukannya dengan istimewa meski perempuan.

Lestari mulai betah. Meski demikian, tak mudah membuat orangtuanya mengerti mengingat Wanala adalah kegiatan berisiko. Orangtuanya juga telanjur beranggapan bahwa anggota Wanala suka nongkrong dan hura-hura.

”Aku bilang ke orangtua, bisa mendapat hal positif di sini dan baik-baik saja. Akhirnya mereka mengizinkan aku bergabung dengan Wanala,” katanya.

Kesungguhan dan kerja kerasnya berbuah manis. Lestari sedang mempersiapkan diri mengikuti pendakian 7 Summits yang akan dilakukan Wanala pada pertengahan tahun ini.

Rasa percaya diri yang dimiliki mahasiswa semester 10 Jurusan Sastra Jepang ini pun sempat luntur dalam persiapan pendakian 7 Summits. Sebab, dari jumlah semula 8 orang, turun menjadi 6 orang.

Ujung-ujungnya, mereka harus mengurangi jumlah itu karena hanya 4 orang yang bisa berangkat. Mereka harus mengurangi dua orang lagi lewat seleksi. ”Haduh, rasanya drop. Aku pikir, pasti aku yang tergusur karena satu-satunya cewek,” kata gadis berkerudung ini.

Akan tetapi, dukungan datang dari teman-temannya. Mereka mengingatkan, semua orang harus menjalani seleksi. Siapa pun yang lolos seleksi fisik dan kesehatan, dia yang masuk tim. ”Aku lolos. Berulang kali aku mengingatkan diri sendiri, aku bisa, aku pasti bisa,” ucap Lestari bangga.

Kecanggungan serupa sempat menyergap Yogi Maringgi (21), mahasiswa Universitas Paramadina Jakarta, saat bergabung dengan paduan suara. ”Aku gabung di paduan suara karena suka main musik. Aku juga suka melihat orang menyanyi,” tutur Igoy, panggilannya.

Namun, saat masuk paduan suara, dia kaget. Tak terlintas dalam bayangannya mesti belajar olah vokal. Memang dia ingin belajar menyanyi, tetapi kaget juga saat suara masing-masing anggota benar- benar diolah.

Ternyata UKM yang diikuti sebagian besar perempuan itu serius mengajarkan olah vokal. Kepalang tanggung untuk mundur, Igoy menepis kecanggungannya di antara banyak peserta cewek. ”Sekarang jadi biasa saja,” ujarnya.

Setelah mempelajari cara mengambil suara yang bagus dan mengatur napas, kepercayaan diri pemilik suara bas ini tumbuh. Apalagi pergaulannya makin luas, teman-temannya bertambah banyak, lelaki maupun perempuan. ”Bergaul kan enggak pandang jender,” tuturnya.

Igoy merasa keikutsertaannya dalam paduan suara mendorongnya belajar berorganisasi. Tak hanya berbagi tugas dengan pemilik suara lain, tetapi mereka juga belajar bertanggung jawab pada tugas masing-masing saat pentas.

Hanya akal-akalan

Lestari dan Igoy tak ditolak UKM tempat mereka bergabung meski secara jender termasuk minoritas. Penolakan UKM pada jender tertentu atau UKM yang berkecenderungan memilih anggota hanya berdasarkan jender tertentu ternyata masih berlangsung.

Adek Risma Dedees dan Aai Syafitri dari Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang (UNP) menuturkan, di kampus masih ada beberapa UKM yang membatasi keanggotaan berdasarkan jender.

”Semestinya UKM mengakomodasi setiap minat, bakat, serta keahlian mahasiswa. Tanpa melihat perbedaan jenis kelamin, pengurus unit kegiatan selayaknya memberikan pelayanan dan transformasi ilmu yang sama kepada setiap mahasiswa yang bergabung,” ujar Adek.

Alasan penolakan itu bermacam-macam, seperti tata tertib organisasi. ”Di salah satu UKM, keterlibatan mahasiswa perempuan dibatasi dalam kepengurusan. Alasannya, semakin banyak keterlibatan perempuan, semakin besar peluang berpacaran sesama pengurus,” ujar Adek.

Dengan aturan semacam itu, dari puluhan anggota UKM tersebut, keterlibatan perempuan bisa dihitung jari. Tahun ini UKM itu hanya menerima satu anggota perempuan.

Terkait hal itu, Thaviv Heri, anggota Unit Kegiatan Pusat Pengembangan Ilmiah dan Penelitian Mahasiswa UNP, mengungkapkan, keterlibatan mahasiswa dalam UKM berdasarkan perbedaan jenis kelamin hanya akal-akalan. Tak ada dasar kuat membatasi hak seseorang mengembangkan kemampuannya.

”Itu terjadi hanya karena keinginan segelintir orang, tetapi dampaknya lebih besar, jadi banyak yang ikut-ikutan,” katanya.

Ia menjelaskan, UNP memiliki beberapa UKM dengan beragam karakteristik. Walaupun pada tata tertib organisasi tak dicantumkan perbedaan tugas dan fungsi berdasarkan jenis kelamin, penerapan di lapangan tetap membedakannya berdasarkan jender.

Kecenderungan UKM yang melibatkan mahasiswa berdasarkan perbedaan jender bukan zamannya. Kemampuan seseorang tak bisa ditakar dari perbedaan jender. Ketangguhan dan loyalitas di lapangan yang menentukan.

(Fabiola Ponto/Dwi As Setianingsih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com