JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Demokrat dinilai tak akan berani mendepak Golkar dan PKS dari gerbong koalisinya. Ancaman evaluasi dan isu perombakan kabinet pun akhirnya cuma dinilai sebagai bunga-bunga semata.
Politisi senior PDI-P, Pramono Anung, menilai komunikasi konteks rendah yang dimiliki SBY senada pula dengan gaya kepemimpinannya. Oleh karena itu, sikapnya diyakini akan bertolak belakang dengan ucapan sesumbar sejumlah elite Demokrat lainnya mengenai posisi Golkar dan PKS di koalisi.
"Jadi, selama tidak ada suatu yang luar biasa, tidak ada perubahan koalisi yang terjadi. Saya yakin Golkar yang paling hafal dan cerdas juga, paling cuma digoyang-goyang karena SBY membutuhkan Golkar. Apalagi dalam situasi politik saat ini, untuk evaluasi pun masih jauh," katanya dalam diskusi di Gedung DPR RI, Kamis (24/2/2011).
Wakil Ketua DPR ini pun menyambut baik pernyataan politisi senior Golkar, Priyo Budi Santoso, yang mengatakan ikhlas jika Demokrat mau melepaskan Golkar dari tubuh koalisi. Menurutnya, ini bukti bahwa Golkar telah memahami SBY cukup baik.
"Dia tahu SBY tak akan punya keberanian untuk mendepak Golkar, apalagi tidak ada persetujuan Bu Mega. Pak Jafar (Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah) juga bagian dari 'bunga-bunga' dan bukan pengambil keputusan. Orang yang banyak tahu (SBY) makin lama makin ingin diam karena tak ada hal luar biasa yang akan memengaruhi," ucapnya kemudian.
Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah kemudian mengatakan, evaluasi koalisi pascaputusan usulan hak angket perpajakan penting dilakukan sebagai evaluasi dari suatu kebersamaan. Menurut Jafar, koalisi dibangun atas suatu kebersamaan mendukung berjalannya pemerintahan. Jika ketidakcocokan makin besar, lanjutnya, maka suatu koalisi harus mulai dipertimbangkan.
"Untuk hal-hal penting dan strategis yang dianggap menyangkut hal-hal yang penting untuk hajat hidup rakyat itu perlu kebersamaan pandangan dalam koalisi. Kalau tidak sama kan enggak koalisi lagi. Kalau berbeda ya kita sudah paham. Kalau bersama di koalisi, tapi lebih tajam dari oposisi, kan jadi enggak lucu," ucapnya.
Jafar langsung merujuk pada PKS dan Golkar sebagai "anak nakal" di koalisi. Walau demikian, menurut Jafar, keputusan untuk mempertahankan atau melepas keduanya dari koalisi tetap menjadi hak prerogatif Presiden SBY. "Yang presiden kan SBY, decision ada pada SBY," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.