Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan "Dokter" Wayang Potehi

Kompas.com - 18/02/2011, 04:04 WIB

Sejak masih kanak-kanak, Sukar tertarik pada wayang potehi yang menyuguhkan legenda Tiongkok klasik. Waktu itu belum banyak hiburan seperti sekarang. Ia setia mengikuti kelanjutan cerita wayang potehi yang biasanya dipentaskan setiap hari hingga sebulan penuh di Kelenteng Hong Tiek Hian. Letak kelenteng ini relatif tidak jauh dari rumahnya. Ayah dan ibunya tidak pernah melarang Sukar kecil menonton di kelenteng.

Salah satu cerita favorit Sukar adalah kisah dua sahabat Sun Pin dan Ban Koan. Mereka menuntut ilmu militer bersama hingga mendapat kedudukan tinggi di kerajaan. Namun, persahabatan itu menjadi retak karena sifat Ban Koan yang serakah. ”Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari cerita itu,” ujarnya.

Suatu hari seusai menonton, seorang dalang wayang potehi memanggilnya. Sukar kecil diajak mendekat ke kotak merah yang menjadi panggung wayang potehi. Sejak saat itu, Sukar mulai bersentuhan dengan dunia di balik tonil wayang potehi.

Guru pertamanya adalah Gan Cao Cao, dalang wayang potehi dari Hokkian, China. Ia memulai pelajarannya dari memainkan berbagai alat musik, membaca buku cerita legenda China, lalu menjadi pembantu dalang, hingga kemudian memulai debutnya sebagai dalang pada usia belasan tahun. Sukar mulai rutin memainkan wayang potehi untuk mengiringi ritual di kelenteng tua Hong Tiek Hian.

Beranjak remaja, Sukar semakin asyik menggeluti wayang potehi. Selain karena memang hobi, penghasilan dari wayang potehi membuatnya semakin rajin terlibat dalam pementasan.

Uang dari pentas wayang potehi dia kumpulkan sehingga bisa meringankan beban orangtua dalam membiayai sekolah. Sukar bahkan bisa melangkah hingga menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya. Namun, kesibukan sebagai dalang wayang potehi membuatnya meninggalkan bangku kuliah.

Sukar adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Melihat dia bisa mengumpulkan uang, empat adik lelakinya ikut tertarik mendalami wayang potehi juga. Dua di antaranya kini menjadi dalang, sedangkan dua lainnya menjadi pemain musik.

Semakin dewasa, Sukar menyadari bahwa menjadi dalang wayang potehi bisa dikatakan profesi yang menjanjikan. Setiap kelenteng punya jadwal rutin pementasan wayang potehi, terutama berkaitan dengan hari ulang tahun kelenteng. Belakangan, Imlek dan Cap Go Meh juga membuat dalang wayang potehi kebanjiran tanggapan.

Bersama teman-temannya, Sukar lantas mendirikan grup wayang potehi Lima Merpati tahun 2005. Grup ini punya sekitar 20 anggota, yang terdiri dari dalang dan pemusik. Untuk sekali tampil, mereka dibayar minimal sekitar Rp 4 juta.

Grup ini sudah menyambangi hampir semua kelenteng di Pulau Jawa. Mereka juga telah mengantongi piagam penghargaan dari beberapa perkumpulan warga Tionghoa atas upayanya melestarikan wayang potehi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com