Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alat Berat Jarah Pasir Sungai Putih

Kompas.com - 07/02/2011, 18:17 WIB

MAGELANG, KOMPAS.com - Puluhan penambang pasir Merapi dan sopir truk mengadukan penggunaan alat berat untuk penambangan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Seorang penambang pasir dari wilayah Srumbung, Triyono di Magelang, Senin (7/2/2011) mengatakan, ada sejumlah alat berat yang melakukan penambangan di Sungai Putih dengan alasan untuk normalisasi sungai.

"Kegiatan mereka berada di bantaran Sungai Putih dari Jumoyo hingga Sirahan. Untuk normalisasi sungai pasti ada aturan dan jam operasional," kata dia.

Triyono menuturkan, banyak alat berat yang langsung menaikkan pasir ke truk. Seharusnya mereka hanya mengeruk pasir dari dasar sungai dan meletakkan di pinggir sungai dan penambang pasir manual yang akan menaikkan pasir ke truk.

Pengurus penambang pasir Punokawan tersebut mengungkapkan, alat berat yang melakukan penambangan di alur Sungai Putih sekitar 10 unit. Mereka melakukan penambangan tidak hanya siang hari, namun juga malam hari.

Harga pasir yang dikeruk dengan alat berat jauh lebih murah dibanding ditambang secara manual.

Satu rit pasir sekitar enam hingga tujuh meter kubik dengan alat berat harganya Rp 150 ribu, sedangkan harga per rit untuk pasir yang ditambang secara manual Rp 180 ribu.

Alat berat menaikkan pasir ke truk hanya membutuhkan waktu 10 hingga 15 menit, sedangkan secara manual bisa mencapai 2,5 jam per rit. Satu rit biasa dikerjakan antara empat hingga lima penambang manual.

"Tentu orang lebih suka membeli harga murah, apalagi proses menaikkannya lebih cepat. hal ini tentu akan merugikan penambang manual," katanya.

Menurut dia, kalau hal itu dibiarkan terus, maka penambang manual lambat laun pasti akan kehilangan pekerjaan karena sudah diserobot oleh alat berat.

Penambangan dengan menggunakan alat berat melanggar Peraturan Bupati (Perbup) No 1/2011 tentang penambangan. Dalam perbup tersebut alat berat tidak diakomodasi.

Selain itu, sopir angkutan pasir juga mengeluh karena sering ditarik retribusi ganda.

Di daerah atas sudah ditarik retribusi kemudian di jalan raya di tarik lagi. Penarikan retribusi Rp 18 ribu per rit.

Ia menilai tidak ada koordinasi yang baik dari pemerintah terkait lokasi penarikan retribusi galian golongan C.

Wakil Ketua DPRD kabupaten Magelang, Achadi, menyatakan keberatannya kalau ada penambangan menggunakan alat berat. "Jangan berdalih normalisasi untuk melakukan penambangan," katanya.

Ia menyayangkan jika peraturan pemerintah yang sudah dikeluarkan tidak dibarengi dengan penegakan maupun pengawasan, karena praktik di lapangan masih terdapat penambangan dengan menggunakan alat berat.

Achadi mengatakan, dulu saat tidak ada pasir, banyak masalah yang timbul. Kini ketika pasir sudah melimpah, permasalahan yang muncul semakin bertambah banyak.

"Kami menghimbau pemerintah untuk melakukan penataan kawasan penambangan serta pengawasan yang ketat agar tidak terjadi gesekan-gesekan di Lapangan.

Di masa tanggap darurat ini hendaknya pemerintah pusat segera menggulirkan program padat karya dengan potensi pasir Merapi yang melimpah.

Masyarakat harus didorong agar tidak hanya menjadi penambang pasir saja, namun memanfaatkan pasir menjadi batako sehingga bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com